Senin, 20 Agustus 2012




Proses kehidupan

Oleh; samanera dhira punno


 “Dari tiada menjadi ada,
Setelah ada akan kembali tiada,
 Itulah kebenaran yang ada.”


       sesuatu hal yang perlu kita ketahui bahwa kehidupan adalah suatu proses.  Kadang kita sering tidak menerima dengan apa yang terjadi pada kehidupan kita. Ketika perubahan terjadi pada diri kita, Ketika kita kehilangan apa yang kita miliki kita merasa menderita itulah hal yang sering kita alami. Maka dari itu kita perlu menyadari bahwa kehidupan ini suatu proses. Seperti kalimat yang telah saya tulis di atas; 

            “Dari tiada menjadi ada, setelah ada kembali tiada, itulah kebenaran yang ada.”  Apa arti dari kata ini? Artinya adalah kita semua asalnya tiada, kita terlahir ke dunia ini lalu kita menjadi ada , tapi cepat atau lambat keberadaan kita ini akan kembali menjadi tiada. Dan inilah sesungguhnya kebenaran yang ada, perlu kita pahami bahwa kehidupan ini hanyalah proses dan proses. 

            Kehidupan ini tidak bias kita pegang kuat-kuat, sebat kalo kita pegang kuat-kuat yang ada hanya proses, kita akan hidup menderita. Tetapi kalo kita bias memahami bahwa kehidupan ini hanya proses dan kita tahu bahwa itulah kebenaran yag ada kondisi alam itu sendiri kita tidak  bisa menghindar darinya. Bila kita bisa memahaminya dan bisa menjalaninya dengan bijaksana maka kehidupan kita pun akan membahagiakan. Tidak pernah merasa kehilangan yanga menyebabkan suatu penderitaan.

         Sering kita temukan kehidupan seseorang yang tidak menerima dengan keadaan yang sebenarnya. Kadang seseorang yang kehilangan orang yang di cintainya atau sanak keluarganya di karenakan telah meninggal.mereka kehilangan harta benda mereka, mereka jatuh miskin setelah kaya. Mereka tidak menerima hal itu, mereka  selalu bertanya kenapa dia pergi? kenapa dia meninggalkan saya?.kenapa ini terjadi?. Kalo seseorang selalu memiliki pemikiran seperti demikian maka ia tidak akan bisa merasakan kebahagiaan. karena segala sesuatunya akan demikian. Memang kehilangan seseorang yang di cintai dan berkumpul denga yang di benci itu penderitaan. Hal demikia telah di ungkapkan oleh sang Buddha. sebagai umat Buddha kita pasti mengetahui bahwa segala yag berkondisi itu tidak kakal adanya (anica).

           Dengan mepelajari ajarang sang Buddha, kita dapat mengatasi penderitaan yang di karenakan tidak menerima perubahan yang ada. Dengan apa?? Ya dengan menyadari bahwa anica itu ada atau perubahan itu pasti terjadi.
 Sang Buddha bersabda;  

             "Sabbe sankhara anicca`ti. Yada pannaya passati; atha nibbindati dukkhe. Esa maggo visuddhiya."
Segala sesuatu yang berkondisi adalah anicca. Apabila dengan kebijaksanaan orang dapat melihat hal ini; maka ia akan merasa jemu dengan penderitaan. Inilah Jalan yang membawa pada kesucian.
(Dhammapada 277)
"Sabbe sankhara dukkha`ti. Yada pannaya passati; atha nibbindati dukkhe. Esa maggo visuddhiya."
Segala sesuatu yang berkondisi adalah dukkha. Apabila dengan kebijaksanaan orang dapat melihat hal ini, maka ia akan merasa jemu dengan penderitaan. Inilah Jalan yang membawa pada kesucian.
(Dhammapada 278)

           "Sabbe dhamma anatta`ti. Yada pannaya passati; atha nibbindati dukkhe. Esa maggo visuddhiya."


Segala dhamma (kebenaran) adalah anatta. Apabila dengan kebijaksanaan orang dapat melihat ini, maka ia akan merasa jemu dengan penderitaan. Inilah Jalan yang membawa pada kesucian.
(Dhammapada 279)

          Tilakkhana atau tiga corak, yaitu anicca, dukkha dan anatta, merupakan tiga corak, ciri, karakteristik yang ada di setiap segala sesuatu atau fenomena yang terbentuk dari perpaduan unsur (berkondisi) yang ada di dala kehidupan alam semesta ini, termasuk makhluk hidup. Ciri ini merupakan salah satu bentuk dari Hukum Kebenaran Mutlak atau hukum alam ,karena berlaku dimana saja,kepada siapa saja dan kapan saja.
Anicca

         Anicca berasal dari kata ”an” yang merupakan bentuk negatif atau sering diterjemahkan sebagai tidak atau bukan. Dan ”nicca” yang berarti tetap, selalu ada, kekal, abadi. Jadi kata ”an-nicca” berarti tidak tetap, tidak selalu ada, tidak abadi, berubah.

         Sabbe sankhara anicca berarti segala sesuatu yang berkondisi, terbentuk dari perpaduan unsur, merupakan sesuatu yang mengalami perubahan, tidak kekal.

Semua fenomena yang ada di dalam alam semesta ini selalu dalam keadaan bergerak, dan mengalami proses yaitu; timbul, kemudian berlangsung, dan kemudian berakhir atau lenyap.Mengapa segala fenomena mengalami perubahan atau tidak kekal? Hal ini karena sudah menjadi sifat alami dari segala sesuatu yang terbentuk dari perpaduan unsur akan mengalami perubahan, ketidakkekalan.

Dukkha

          Dukkha berasal dari kata ”du” yang berarti sukar dan kata ”kha” yang berarti dipikul, ditahan. Jadi kata ”du-kha” berarti sesuatu atau beban yang sukar untuk dipikul. Jadi kata ”duh-kha” berarti sesuatu atau beban yang sukar untuk dipikul. Pada umumnya dukkha dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai penderitaan, ketidakpuasan, beban kondisi yang tidak menyenangkan.

            Sabbe sankhara dukkha berarti segala sesuatu yang berkondisi, terbentuk dari perpaduan unsur, merupakan sesuatu yang tidak memuaskan yang akan menimbulkan beban berat atau penderitaan.

           Mengapa segala fenomena tidak memuaskan dan menimbulkan beban berat atau penderitaan? Hal ini dikarenakan segala fenomena tersebut mengalami perubahan, tidak kekal. Dan ketika kita tidak bisa memahami dan menerima bahwa segala fenomena selalu mengalami perubahan, tidak kekal, maka timbul perasaan ketidaksukaan, ketidakpuasan pada diri kita dan akhirnya menimbulkan penderitaan.


Anatta

                Anatta berasal dari kata ”an” yang merupakan bentuk negatif atau sering diterjemahkan sebagai tidak atau bukan. Dan ”atta” berarti berarti diri sejati atau inti atau sering kita sebut dalam masyarakat dengan roh. 
Sabbe dhamma anatta berarti segala dhamma (kebenaran) yang berkondisi, terbentuk dari perpaduan unsur, dan juga yang tidak berkondisi, tidak terbentuk dari perpaduan unsur merupakan sesuatu yang tidak memiliki inti atau roh` dan  bukan diri yang sejati.

                      Beberapa orang telah salah memahami mengenai ajaran anatta dengan beranggapan bahwa tidak ada diri, tidak ada yang namanya orang. Anggapan ini keliru. Sang  Buddha tidak mengajarkan hal ini. Beliau mengajarkan bahwa ada yang disebut dengan diri atau orang. tetapi diri atau orang tersebut bukanlah benar-benar inti atau jati diri dari diri atau orang tersebut, melainkan hanyalah merupakan perpaduan unsur-unsur yang membentuk, yang membuatnya ada atau eksis yang suatu saat akan mengalami perubahan. Karena perpaduan unsur-unsur inilah diri seseorang terbentuk. Dan karena segala sesuatu yang terbentuk dari perpaduan dari unsur-unsur pasti mengalami perubahan, maka diri seseorang pun mengalami perubahan, penguraian, yang akhirnya eksistensi dari diri seseorang tidak lagi ada atau eksis. Inilah mengapa dikatakan tidak memiliki inti atau bukan diri sejati.

           Mengapa segala fenomena tidak ada inti atau bukan diri sejati?

                      Di dalam Anattalakkhana Sutta; Samyutta Nikaya 22.59 {S 3.66}, Sang Buddha menjelaskan bahwa Rupa (jasmani), Vendana (perasaan), Sanna (pencerapan), Sankhara (pikiran) dan Vinnana (kesadaran) disebut sebagai Panca Khanda (lima kelompok kehidupan) yang semuanya bukanlah diri sejati. Jika Khanda itu merupakan diri sejati, maka tidak akan mengalami penderitaan, dan semua keinginan seseorang akan kandha-nya akan terpenuhi, ”Biarkan Kandha-ku seperti ini dan bukan seperti itu.”

                    Tetapi karena khanda tidak dapat dikendalikan sesuai dengan keinginan atau harapan seseorang, ” Biarkan Kandha-ku seperti ini dan bukan seperti itu”, dan juga mengalami penderitaan, maka dikatakan bahwa kandha bukanlah diri sejati.


                        Beberapa contoh nyata mengenai ajaran Anatta. Ketika kita melihat sebuah sofa maka kita akan melihatnya sebagai hal yang biasa dan menyebutnya sebagai sofa. Tetapi ketika sofa yang terbuat dari kayu, busa, kain, lem, tenaga manusia, dan sebagainya itu kita uraikan, kita pisah-pisahkan, kita bongkar, maka yang kita lihat sekarang hanyalah beberapa potong kayu bekas, kain, busa dan sebagainya yang tidak mungkin sama dengan bahan awal pembuat sofa. Kita hanya menyebutnya sebagai sisa sofa, kain bekas sofa, kayu bekas sofa, dan sebagainya. Kita tidak akan melihat lagi sofa tadi.


                      Contoh lain tentang ajaran Anatta, ketika kita membuat roti. Roti dibuat dengan memakai tepung, ragi, gula, garam, mentega, susu, air, api, tenaga kerja dan  lain-lain Tetapi setelah menjadi roti tidak mungkin kita akan menunjuk satu bagian tertentu dan mengatakan: ini adalah tepungnya, ini garamnya, ini menteganya, ini airnya, ini apinya, ini tenaga kerjanya dst. Karena setelah bahan-bahan itu diaduk menjadi satu dan dibakar di oven, maka bahan-bahan itu telah berubah sama sekali. Meskipun roti itu terdiri dari bahan-bahan yang tersebut di atas, namun setelah melalui proses pembuatan dan pembakaran di oven telah menjadi sesuatu yang baru sama sekali dan tidak mungkin lagi untuk mengembalikannya dalam bentuknya yang semula.

          semoga kita semua dapat memahaminya dan dapat menerapkan di dalam kehidupan kita . 



“Semoga semua makhluk turut berbagahia,”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar