Ketuhanana Maha Esa dan Manunggaling Kawulo Gusti Dalam Pandangan Buddhis
Oleh; YM.Bikkhu Dhammasubho mahathera
Pandangn umum
Sepanjang peradapan manusia, soal “ketuhanan” dengan tanda “petik” dipersoalkan. Menyoal tentang ketuhanan secara gelobal,
paling tidak terdapat dua pandangan. Keduanya memandang dari sudut yang
berbeda. Pandangan pertama mengataka tuhan satu (monotheisme), dan pandanga kedua; menganggap tuha banyak (polytheisme). Belom lagi kalo hanya
menyoal mengenai sifat-sifatnya bertapa ribet dan sering membuat rebut saling
berebut, merasa pandangannya paling benar.
Oleh karenanya muncul kaum netral
golongan ketiga, yaitu, tanpa pandangan apapun terhadap tuhan (Atheisme), yang mana mereka tidak mau
repot-repot mepersoalkan soal yang tidak jelas persoalannya . dan yakin atas
potensi diri sebagai juru penentu tanpa ada campur tangan pihak lain.
Akan tetapi, meskipun terdapat pandangan
berbeda antara kaum satu dengan kaum yang lain, baik kaum monotheisme maupun
kaum polytheisme menyebut tuhan dengan istilah sesuai bangsa masing-masing.
Yang selalu sama menetapkan tuhan berserta sifat-sifatnya dengan predikat amat
terhormat yaitu “serba mulia.”
Serta amat yakit bahwa segala yang ada
adalah citaanya. Apapun yang terjadi di mayapada ini berhulu pada satu sumber,
dari Tuhan Yang “serba maha.” Karena
itu apapun jadinya tidak perlu dan tidak boleh di ganggu gugat, semua telah
menjadi kehendak yang “serba maha” mutlak sebagai pengambil keputusan.
Dalam jagat pakeliran---duni
pewayangan, tuhan ibarat dalang, manusi dan isi alam semesta ibarat wayang
tergantung dalang. Dalam masyarakat lumrah
menyebut lebih indah, tuhan sebagai gusti, manusia sebagai kawulo. “kawulo
pasrah mentah-mentah, urep mati tergantung marang kersaning gusti” (manusia
pasrah sepenuhnya, hidup mati tergantung kehendak gusti).
Di antara para wayang yang cerdas
bersifatindependen, dan kaum tanpa tuhan, ada yang berpikir dan berkata
tentang, bila pada suatu ketika terlambat datang pada menghadiri undangan
sebuah acara, karena perjalanan macet, atau di stop polisi. Pertanyaannya,
“Apakah demikian tuhan yang punya rencana, atau sopir dan polisi lalau lintas
yang menentuakan?”
Adalah pertanyaan yang sederhana,
tetapi jawabannya mewah. Yang bersangkutan jawabannya “….tanyakan pada rumput
yang bergoyang.”
Pandangn Ekstrem
Pendapat ekstrem monotheisme
dengan pandangan satu tuhan yaitu, yaitu segala segi kehidupan telah di ukur
olehnya, tidak perlu modal, hidup total yinggal di jalani. Menjalani hidup
tergantung pada yang maha tunggal sebagai sang penentu. Segi-segi kehidupan
sekarang telah di garisi. Usaha apapun di tempuh tidak akan mengubah keadaan.
Sukses,gagal, bertemu berpisah, menang kalah, sukha duka, terkenal tercemar,
terpuji tercela, bodoh, pintar semua telah di ukur dan ditakar.
Pendapat ekstrem polytheisme dengan
pandangannya banyak tuhan, yakin bahwa banyak peran tuhan selaku penjamin da
pelindung. Semua yang terjadi di maya pada ini, Sukses,gagal, bertemu berpisah,
menang kalah, sukha duka, terkenal tercemar, terpuji tercela, bodoh, pintar ada
jaminan dan perlindungannya sendiri-sendiri. Yag artinya menurut pandangan ekstrem
polytheme setiap kasus terdapat penjamin dan pelindung khusus. Misalnya,
penjamin dan pelindung pedagang sendiri, penjamin dan pelindung pembeli
sendiri. Rakyat, para birikrat penjamian dan pelindungnya berbeda,
sendiri-sendiri.
Sesuai kasus pada sang pelindung
mereka bermohon, berdo’a dan bergantung atas dirinya. Pedagang bermohon; semoga
dapat menjual barang dagangannya dengan harga semahal-mahalnya. Adapun pembeli,
berdo’a semoga bias membeli berbagai macam barang kebutuhan dengan harga yang ,
semurah-murahnya. Kaum tertindas berdo’a, pasti berbeda dengan kaum kuasa.
Karena masing-masing memiliki jaminan dan memiliki perlindungan berbeda.
Jadi menurut pandangan ekstrem
polytheme, seluruh isi alam semesta yang ada di mayapada ini masing-masing.
Memiliki sosok sang “maha kuasa”
sebagai penjamin dan pelindung keselamatan diri.
Pandangan buddhis
Semula banyak pihak berprakira bahwa
buddhis penganut pandangan Atheis, tidak berketuhanan. Lantaran tuhan tidak
selalu disebut-sebut dalam wawancana dan kepentingan. Sehingga pada jaman Orde
baru agama Buddha di Indonesia nyaris akan di bubarkan, jika terbukti tidak
berketuhanan.
Akan tetapi setelah di terbitkan buku
pedoman penghayatan dan penggambaran Agama Buddha mazab Theravadha di Indonesia, oleh majelis pandita
Buddha dhamma Indonesia (mapanbudi), desember 1979. Segera terjawab dan jawaban
dapat di mengerti, diterima dan diakui oleh jajaran petinggi republic
Indonesia, bahwa buddhis berketuhanan. Paham buddhis amat berketuhanan (
demikian seorang tutor penataran pedoman penghayatan pengamalan pancasila (P4)
mengaku). Bahwa manggala BP7 bukan penganut buddhis menyatakan sebagai berikut;
“….sekiranya
kita harus memahami mengenai buddhis
tentang ketuhanan. Kalo mau jujur justru paham ketuhanan buddhis mengilhami
badan persiapan kemerdekaan Indonesia (BPKI) pada jamannya. Ketika memilih
istilah kata, dan menyusun kalimat dalan pancasila dasar Negara. Sila pertama
“Ketuhanan Yang Maha Esa” segera ternyata kosa kata “Esa”, adalah hanya ada dalam kamus bahasa pali bukan kamus bahasa
yang lain. Bahasa pali adalah bahasa induk agama Buddha yang di gunakan hingga saat ini. Kalo saja para penggagas pancasila dasar
republic Indonesia waktu itu tidak
mengerti dengan benar mengenai arti
sesungguhnya kata “Esa” tidak akan
memilih kata “Esa” menjadi rangkean
kalimat “ Ketuhanan Yang Maha Esa”
tukasnya lagi.
Bila di jabarkan lebih lanjut arti kata “Esa”
tidak sama dengan ‘Eka”. Eka
berarti satu sedangkan “esa” artinya tunggal. Maha Esa, maha
tunggak . manunggaling ler kumelip sagunging dumadi. (manunggalnya seisi alam semesta). Esensial maha esa, maha
tunggal, manunggaling ler kumelep
sagunging dumadi, adalah merupakan sejatinya ke-tuhanan yang sebenarnya.
Azaz Ketuhanan Yang Maha Esa, menempatkan
harga hidup di atas harga diri, menempatkan harga diri diri di atas harga
materi. Jika terjadi sebaliknya “menempatkan harga materi di atas harga
diri, menempatkan harga materi di atas harga hidup.” Harga hidup menjadi
murah.
Akibatnya terjadi pembunuhan di
mana-mana, terkadang membunuh atas nama agama. Dan banyak orang harga dirinya
jatuh tidak merasa risi, malah bangga di sorot di kamera TV, demi mendapat
materi yag di anggap berharga lebih tinggi.
Bagi ber-ketuhanan maha esa senanti asa
menghargai hidup sekecil apapun, dan berjiwa “ahimsa”—anti kekerasan.” Masyarat
ber-ketuhanan sejati adalah masyarakat
yang tidak ada lagi exploitation de la
classe par la classe! Masyarakat yang di dalamnya tidak ada pemerasa kelas oleh kelas!. Negara yang
ber-ketuhanan maha esa, pemimpin-peminpinnya malu berbuat jahat takut akan
akibatnya. Petinggi-petinggi Negara menyatu dengan citarasa penderitaan rakyat.
Yang telah mencapai manunggaling kawlo gusti, tidak lagi berjiwa exploitation de I’homme par I’homme--- pemerasan antara manusia oleh manusia!
Hidup ber-ketuhanan maha esa
senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kemoralan. Dalam tatanan masyarakay
buddhis terdapat lima pedoman dasar kemoralan---pancasila buddhis, yaitu;
1. Menghindari pembunuhan (pannatipata
veramani)
2. Menghindari pencurian (adinnadana veramani)
3. Menghindari perbuatan asusila (kamesumicacara
veramani)
4. Menghindari kebohongan (musavada veramani)
5. Menghindari mabuk-mabukan (soramiraya majjha
pamadattana veramani)
Dalam kejawen menyebutnya “mo limo” 5m, yaitu;
1. Menghindari madat (pencandu upium, ganja,
ektasi, narkoba, sabu-sabu)
2. Menghindari madon (pencandu perempuan)
3. Menghindari main (berjudi)
4. Menghindari maling (mencuri)
5. Menghindari minum (mabuk-mabukan)
Pancasila
buddhis sangat kimekel tidak bertentangan dengan pancasila dasar republic
Indonesia;
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerayatan Yang DI Pimpin oleh himat dalam
permusawaratan / perwakilan.
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Meskipun
pancasila buddhis dan pancasila dasar Negara republic Indonesia di urekan
dengan untaian kata berbeda, tetapi mempunyai makna falsafah tersirat sama.
Dalam pancasila buddhis, sila pertama
“menghindari pembunuhan.” Bukan merupakan penghayatan hakekat Ketuhanan Maha
Esa, denga menempatkan harga hidup di atas segala harga, berarti, mencintai,
merawat, dan melindungi hidup kecuali apapun.
Sila kedua “menghindari pencuriaan”
bukan merupakan manivertasi sila kemanusiaan yang adil dan beradab---dalam
pancasila Negara---di mana mengandung maksut menghargai atas hak-hak orang lain
kecuali apapun.
Fakta
berkata di muka bumi banyak kisah terjadi seketa di sebabkan oleh “tiga ta”
(harta, tachta dan wanita). Setelah mepraktekan sila ke tiga menghindari
perbuatan asusils. Adalah aman, tidak bermasalah urusan soal wanita, berarti
menjadi kerukunan hidup individu maupun social. Mengandung maksut sebagai upaya
menjaga keutuhan bangsa.---persatuaan Indonesia. Sukses nasional harta di mulai
dari suses individu. Sedangkan sila ke empat menghindari kebohongan, sama
maksut dengan yang di kandung, sial kerakyatan yang di pimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawarahan/perwakilan.
Kemudian pancasila buddhis sila
kelima menghindari mabuk-mabukan. Kaitan dengan keadila social bagi seluruh
rakyat Indonesia, pancasila Negara. Adalah dalam menciptakan keadila harus menghindari semua sebab yang memabukan. Bagi siapapun karena
mabuk tidak akan mungkin bias berkelakukan adil maka dari itu, bila menginginkan
keadilan hendaknya menghindari apa yang memabukkan, mabuk harta, wanita, tactha
pangkat kedudukan.
Soal Tuhan, tidak akan mendapat titik
temu selama masih mepersoalkan istilah tersebut. Oleh karena setiap komunitas
membahan dan menyebut tuhan menurut
bahasa dan kamus masing-masing. Pihak satu berteguh dengan istilahnya
sendiri yang tidak dapat di temukan
dalam istilah pihak lain karena bahasa kamusnya berbeda. Maka amat tidak
bijaksana lantas di adili sebagai yang tidak memiliki, hanya dengan karena
tidak menyebut istilah yang sama.
Lain denga apabila lepas dari istilah
konvensional local, tanpa azas universal, soal tuhan akan dapat di ketemukan
melalui dasar pengertiaan. Di sisni kita berbicara azas pengertian dasar ke-Tuhanan
secara universal, dari berbagai sudut pandang.
PANDANGAN
BUDDHIS TENTANG ARAHAT, ke-BUDDHA-an, NIBBHANNA. Sinonim dengan mencapai
keadaan ber-Ketuhanan. Dalam kitab suci tipitaka bagian UDANA bab VII,8.3,
Buddha Menyatakan “Nibbhanna----Ajjatam (tidak di lahirkan),Abhutam (tidak
menjelma), Akattam (tidak tercipta) Asankkhatam (tanpa awal tanpa akir).
Dterangkan,
“……….o, para
bhikkhu ada sesuatu yang tidak di lahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta,
ayng mutlak, tanpa awal tanpa akir.” Jika seandengan, o, para bikkhu tidak ada
sesuatu yang di lahirkan, tidak menjelma, yang mutlak, tapa awal tanpa akir,
maka tidak ada jalan kebebasan. Keluar terbebas dari kelahiran, penjilmaan,
pembentukan pemuncula dari sebab yang lalau. Tetapi karena ada sesuatu yang tidak
di lahirkan, tidak menjilma, tidak tercipta, yang mutlak, tanpa awal tanpa
akir, maka ada jalan keluar kebenaran, kelahiran, penjelmaan pembantukan,
pemunculan dari sebab yang lalu. 9kitab suci UDANA bab VII 8.30.
DALAM
KAWERUH KEJAWEN,
Tuhan iku
ora rupo, ora rupi, ora kathok, ora kanti, ora lanang, ora wadon, ora arah, ora
enggon, ora di laherake, ora ngaherake, adoh tanpo wangenan, cilek sak prico
jinumpot, yen gedhe ngebai jagat.
( Tuhan itu, tidak berwujut, tanpa pengawal,
tidak priya, tidak perempuan, tidak menghadap ke satu tempat, tidak di
lahirkan, adanya dekat tidak setuhan, jauh tanpa batas, selembut biji lada,
bila besar jagat penuh)
ada juga
pernyataan orang jawa deles tinggal di pedalaman dusun amat
untun belum mengenal televise (TV), berulang-ulang ia minta maaf kalo salah
ucap, yang penting rasanya bung, di
bilang ;
Kul haullo hwachad, aulloh husommad, lamyalit walam yulat, walam yakul lahuqufuan achat.
Sebagai memaknai arti ketuhanan yang sebenarnya menurut agama muslim yang di anutnya.
Kul haullo hwachad, aulloh husommad, lamyalit walam yulat, walam yakul lahuqufuan achat.
Sebagai memaknai arti ketuhanan yang sebenarnya menurut agama muslim yang di anutnya.
Titik simbul
***Secara umum pandangan mengenai peran dan
sifat tuhan sama, adalah merupakan
sandaran spiritual, tempat bergantung dan berlindung bagi pribadi yang masih
belum dewasa kencana mencapai pencerahan sejati. Tetapi tentang sebutan tuhan
sangat beragam.
***kawulo-kawulo terhadap gustinya mempunyai
sendirinya cara mengagumkan dan menyebutnya dengan nama sesuai istilah bahasa
suku dan agama masing-masing. Di nusantara tuhan di sebut oleh sejumlah suku
yang ada sesuai bangsa suku, agama masing-masing, sederet gusti yang---serba
maha. Salah satunya yang ada menyebut gusti yang maha suci.
***Hakekat ketuhanan yang di maknai sebagai
sumber hukum tanpa awal tanpa akhir, tidak terlihat tidak tercipta, tidak
menjeelma, tidak hanya terbatas pada sebutan. Melainkan seharusnya terwujud dan
terhayat secara pribadi, bangsa dan Negara dalam kehidupan sehari-hari di
tengah masyarakat di mana berada dan berdarma.
***Tuhan tetap pada kemurniannya.
###
Penutup
Negara yang
utuh apabila
Bangsanya tidak
melupakan sejarah
Rakyatnya tidak
meninggalkan sastra dan budayanya sendiri
Pemimpin-pemimpinya
malu berbuat jahat,
Takut akan
akibatnya.
###
Semoga hujan
turun tepat pada waktunya
Semoga dunia
maju dengan pesat dan damai
Semoga pemerintah
berlaku lurus
Semoga para
pejabat mau tirakat
Semoga pelaku
jahat segera bertobat
Semoga para
korban segera mendapat pertolongan
Semoga semua
makhluk bernahagia.
(by; Bhikkhu Dhammasubho Mahathera)
-0O0-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar