Kamis, 27 September 2012


Bagaimana Memilih Agama?
How To Choose A Religion ?
Ven. K. Sri Dhammananda

 

         Pada jaman Sang Buddha, telah banyak ahli-ahli
agama yang luar biasa kemampuannya di India. Banyak
orang-orang pandai pada masa itu yang membicarakan
perbedaan agama. Adakah sang pencipta? Tidak adakah
sang pencipta? Adakah roh? Tidak adakah roh? Apakah
dunia tanpa suatu awal? Apakah ada awal dari dunia? Itu
adalah beberapa topik pembicaraan yang dengan sangat
hebat diperdebatkan, yang telah menyita banyak waktu
dan tidak pernah selesai.


Dan tentunya seperti juga pada masa kini, banyak
orang yang menyatakan bahwa dirinya telah mendapatkan
jawaban, dan apabila orang-orang tidak mengikutinya,
maka mereka akan dikutuk dan masuk neraka. Tentunya
semakin banyak pencipta “pelayan kebenaran”, akan
semakin membingungkan.
Sekelompok anak muda suku Kalama yang saleh
pergi menemui Sang Buddha, dan memohon untuk
dijelaskan tentang kebingungan mereka. Apa yang harus
1


dilakukan sebelum seseorang menerima atau menolak
suatu ajaran.
Sang Buddha menasehati sebagaimana yang
dijelaskan dalam Kalama Sutta;
“….adalah untuk tidak menerima sesuatu apabila
didasarkan pada;sudah menjadi tradisi, sudah lama
ada, atau sudah sering didengar….”
Umumnya, manusia menjadi yakin setelah
mendengarkan pembicaraan orang lain. Mereka berpikir
untuk menerima apa yang dikatakan oleh orang lain
tentang agamanya, atau apa yang tersimpan di dalam kitab
agamanya. Banyak orang tidak mau pusing-pusing untuk
menelaah, mencari apa yang dikatakan itu benar ataukah
tidak. Pendapat umum ini sungguh sulit untuk diterima,
khususnya di jaman modern ini, di mana pendidikan telah
mengajarkan manusia untuk tidak begitu saja menerima
apa yang dikatakan sebelum dapat dijelaskan dengan cara
yang benar. Banyak intelektual muda menggunakan emosi
dan perasaan, atau ketaatan tanpa menggunakan nalar
pikirannya.


Dalam Kalama Sutta, Sang Buddha memberikan
kebebasan penuh kepada kelompok anak muda tersebut
untuk memilih, dan mengajarkan cara yang baik agar
mereka menerima suatu agama secara rasional.


2
Ketika sekelompok anak muda suku Kalama tidak
dapat memutuskan bagaimana memilih agama yang
pantas, maka mereka datang kepada Sang Buddha untuk
menerima nasihat Beliau. Mereka katakan kepada-Nya
bahwa kumpulan agama yang memperkenalkan berbagai
ragam agama, membuat mereka bingung, dan mereka tidak
mengerti ajaran mana atau agama mana yang benar.
Anak-anak muda tersebut dapat disamakan dengan anak
muda masa kini yang merupakan pemikir-pemikir bebas,
atau pengamat kebenaran. Itulah sebabnya mengapa
mereka memutuskan untuk mendiskusikannya dengan
Sang Buddha. Mereka memohon petunjuk agar dapat
menolong diri mereka untuk menemukan cara yang tepat
tentang memilih agama, sehingga mereka dapat
menemukan kebenaran tersebut.


Menjawab pertanyaan mereka, Sang Buddha tidak
mengklaim bahwa Ajaran-Nya yang paling bernilai, dan
tidak mengatakan bahwa orang-orang yang percaya agama
lain akan masuk neraka. Beliau hanya memberikan nasihat
yang sangat penting kepada mereka untuk direnungkan.
Sang Buddha tidak pernah mendorong manusia untuk
menerima suatu ajaran sebagai warisan, tetapi
mengharapkan mereka untuk mengertinya tanpa
purbasangka. Beliau juga tidak mendorong mereka untuk
menggunakan emosi atau ketaatan secara membabi buta
untuk menerima suatu agama. Ajaran Sang Buddha ini
dikenal sebagai agama yang merdeka dan masuk akal.


3
Kita sebaiknya tidak menerima sembarang agama
dengan percaya begitu saja, atau dengan emosi untuk
mempraktikkan agama. Kita sebaiknya tidak menerima
agama begitu saja, yang semata-mata untuk
menghilangkan kecemasan kita tentang apa yang akan
terjadi pada diri kita, baik setelah kita meninggal dunia
atau karena diancam dengan api neraka, atau yang lainnya.
Agama harus dapat diterima bila agama itu memberikan
suatu kebebasan untuk memilih. Semua orang harus
memeluk agama dengan pengertian yang benar, dan tidak
dikarenakan itu adalah hukum yang ditentukan oleh apa
yang disebut ‘yang kuasa’, atau suatu kekuatan supra
natural. Menganut suatu agama harus bersifat manusiawi
dan berdasarkan pendapat yang rasional mengenai agama
itu.
Manusia dapat saja membuat pernyataan tentang


agamanya dengan membeberkan berbagai macam kejadian
untuk menyakinkan orang lain. Akhirnya mereka dapat
memperkenalkannya sebagai wahyu untuk
mengembangkan kesetiaan dan kepercayaan. Tetapi
seharusnya kita membaca apa yang tertulis secara analistis
dengan menggunakan pikiran sehat dan kekuatan akal
pikiran. Inilah yang Sang Buddha nasihatkan kepada kita
untuk tidak menerima sesuatu secara tergesa-gesa yang
tercatat, tradisi, atau telah lama dibicarakan.
4
Manusia melaksanakan tradisi-tradisi tertentu yang
didasarkan pada kepercayaan, keharusan, atau pola hidup
suatu kelompok dimana dia dilahirkan. Akan tetapi
bagaimanapun juga tradisi itu penting dan berguna. Hal
mana, Sang Buddha tidak menyatakan semua tradisi itu
keliru, tetapi menasihatkan kita untuk lebih berhati-hati
melaksanakannya, yang mana berguna, yang mana tidak
berguna. Kita harus menyaring tradisi-tradisi tertentu yang
ketinggalan jaman dan tidak berguna setelah suatu masa.
Karena banyak tradisi diperkenalkan dan dianut oleh
manusia primitif dengan pengertian mereka yang sangat
terbatas tentang kehidupan manusia dan alam semesta
pada masa itu. Tetapi pada masa kini, dengan teknologi
dan ilmu pengetahuan yang sudah sangat modern serta
pengetahuan tentang alam semesta, kita dapat mengerti
fenomena kehidupan alam.


Kepercayaan yang diyakini manusia primitif tentang
matahari, bulan, bintang, angin, kilat dan guntur, hujan
dan gempa bumi didasarkan pada usaha mereka untuk
menyibak fenomena alam yang nampaknya sangat
mengerikan. Para ahli pada masa itu berusaha menjelaskan
bahwa itu adalah dewa atau dilakukan dewa-dewa dan
kekuatan supra natural. Dengan pengetahuan kita yang
sudah maju, kita dapat menjelaskan kepada mereka
tentang gejala alam sebagaimana apa adanya.
Itulah mengapa Sang Buddha berkata;
5
“Jangan menerima apa yang hanya sekali kamu
dengar. Jangan mencoba membenarkan kelakuan
yang tidak masuk akal dengan mengatakan bahwa itu
adalah tradisi, kemudian kita harus untuk
menerimanya”
Kita sebaiknya tidak percaya kepada tahyul atau
dogma agama dengan begitu saja hanya karena
dikemukakan oleh orang yang lebih tua. Bukannya kita
tidak menghormati mereka, tetapi kita harus seiring dengan
jaman. Kita sebaiknya memelihara kepercayaan yang
sesuai dengan pandangan dan nilai jaman modern, serta
menolak apa yang berlebih-lebihan, atau tidak sesuai
dengan perubahan waktu. Dengan cara ini kita dapat
hidup dengan lebih baik.
Beberapa puluh tahun yang lalu, ketua gereja
Anglikan, Uskup dari Woolich mengemukakan “perbedaan
tuhan” untuk menjelaskan apa yang tidak dimengertinya
mengenai atribut tuhan. Karena pengetahuan kita
berkembang, kekuatan dewapun ‘berkurang’ secara
bersamaan.
Setiap orang senang mendengar cerita. Mungkin
inilah yang menyebabkan orang percaya kabar angin.
Pandangan seratus orang yang menyaksikan suatu kejadian
akan berbeda-beda, dan ketika setiap orang
menceritakannya kepada orang lain, dia akan
6
menghubungkannya dengan cara yang berbeda dengan
menambahkan beberapa hal lain dan membesar-besarkan
yang kecil.
Dia akan memperindahnya dan menambahkan garam
dan bumbu untuk membuat ceritanya menjadi sedap dan
menarik. Umumnya, setiap orang akan menceritakan
kisahnya seolah-olah hanya dia yang dapat
menceritakannya dengan jelas. Inilah kebiasaan manusia,
yang menciptakan dan mengembangkan suatu kisah.
Jika anda membaca cerita tertentu, coba ingat,
sebagian besar interpretasinya adalah menghias suatu
kejadian kecil sehingga tampak indah dan menarik.
Namun, tidak ada satupun makna dari kisah itu yang
diceritakan kepada kita, dan tidak ada yang menaruh
perhatian pada cerita itu.
Sebaliknya, cerita adalah suatu cara yang sangat
menarik untuk menyampaikan berita tentang kemoralan.
Buku-buku Buddhis adalah suatu kumpulan yang sangat
kaya akan kisah-kisah tersebut. Tetapi apa yang tercatat di
dalam buku-buku tersebut hanya sekedar cerita. Kita tidak
harus percaya kepadanya seolah-olah cerita itu adalah
suatu yang mutlak. Kita sebaiknya tidak seperti seorang
anak kecil yang percaya bahwa seekor serigala dapat
mengerti apa yang dikatakan oleh seorang nenek, dan
bercakap-cakap seperti seorang manusia.
7
Banyak orang bercerita tentang keajaiban, ketuhanan
dan tuhan, bidadari, dan kekuatan yang menandakan apa
yang mereka anut. Banyak orang cenderung untuk
menerima sesuatu tanpa mengadakan penyelidikan, tetapi
berkenaan dengan agama Buddha, kita hendaknya tidak
percaya begitu saja kepada sesuatu yang diceritakan oleh
karena mereka sendiri terpedaya.
Umumnya, manusia di dunia ini masih berada dalam
kegelapan dan kemampuan mereka untuk mengerti akan
kebenaran itu sangat miskin. Hanya sedikit orang yang
mengerti dengan baik. Bagaimana mungkin seorang buta
menuntun seorang buta lainnya? Kemudian yang lainnya
berkata, “seorang pemimpin bermata satu dapat menjadi
raja di antara orang-orang buta”. Beberapa orang mungkin
hanya mengetahui sebagian kecil dari suatu kebenaran.
Kita harus berhati-hati dalam menjelaskan kepada mereka
tentang kebenaran mutlak ini.
Selanjutnya, Sang Buddha memperingatkan kita untuk
tidak percaya begitu saja kepada apa yang tercatat di dalam
kitab suci. Beberapa orang selalu mengatakan bahwa
pesan yang tertulis di dalam kitab sucinya itu disampaikan
langsung oleh tuhan mereka. Sekelompok orang berusaha
memperkenalkan apa yang ada di dalam buku-buku
sebagai pesan langsung dari surga. Hal ini tentu saja sulit
untuk dipercaya bahwa mereka menerimanya dari surga,
8
dan mencatatnya ke dalam kitab suci mereka-terjadi hanya
pada beberapa ribu tahun yang lampau.
Mengapa wahyu tersebut tidak diberikan lebih awal?
(mengingat umur bumi telah mencapai kira-kira 4.5 milyar
tahun). Mengapa itu dibuat hanya untuk menyenangkan
beberapa orang saja? Tentunya akan lebih efektif apabila
mengumpulkan semua orang di suatu tempat, dan lebih
baik mengungkapkan kebenaran kepada banyak orang
daripada hanya mengandalkan seorang saja untuk
melakukan tugas itu.
Bukankah lebih baik jika tuhan mereka
menampakkan dirinya pada hari-hari tertentu untuk
membuktikan keberadaan dirinya? Dengan cara itu mereka
tidak akan mendapat kesulitan untuk memeluk seluruh
dunia.
Umat Buddha tidak mencoba untuk memperkenalkan
ajaran Sang Buddha sebagai wahyu ilahi, dan tidak akan
menggunakan kekuatan mistik dan hal yang aneh-aneh
untuk membabarkan ajaran. Menurut Sang Buddha, kita
sebaiknya tidak menerima ajaran-Nya sebagaimana yang
tercatat di dalam kitab suci Buddhis secara membabi buta
tanpa suatu pengertian.
Inilah suatu ciri khas bahwa kemerdekaan adalah
suatu hal yang diberitakan oleh Sang Buddha. Beliau tidak
pernah mengklaim bahwa umat Buddha adalah
9
orang-orang pilihan, Beliau memberikan penghargaan yang
lebih tinggi kepada kemampuan dan kepandaian manusia.
Cara yang paling baik bagi manusia yang rasional
untuk mengikuti apapun, adalah dengan
mempertimbangkan secara hati-hati sebelum menerima
atau menolak sesuatu. Mempelajari, berpikir, meneliti
sampai kita yakin dan membuktikannya, jika anda
menerima hanya karena ‘yang kuasa’ atau kitab suci, anda
tidak akan pernah membuktikan kebenaran tersebut pada
diri anda. (Tidak tergantung pada logika dan pendapat
pribadi adalah salah satu nasihat Sang Buddha). Jangan
berpikir bahwa kekuatan rasional anda adalah mutlak.
Sebaliknya, anda akan menjadi sangat bangga dan
sombong, serta tidak mau mendengar pendapat orang lain,
yang mungkin lebih tahu dari anda sendiri.
Biasanya kita menasihatkan orang lain untuk
menggunakan akal pikirannya. Tentu, dengan
menggunakan daya pikiran dan akal yang terbatas,
manusia tidak sama dengan hewan dalam hal
menggunakan pikiran. Semua anak-anak dan orang-orang
yang tidak terdidik menggunakan kekuatan pikiran sesuai
dengan usia, kedewasaan, pendidikan, dan pengertiannya.
Tetapi kekuatan pikiran berbeda dengan kedewasaan, ilmu
dan pengalaman. Sekali lagi, akal pikiran adalah suatu
yang berubah dari waktu ke waktu. Pribadi seseorang atau
10
pengenalan terhadap konsep juga berubah dari masa ke
masa.
Sebagaimana akal pikiran tidak akan berakhir untuk
beranalisa akan suatu kebenaran yang pasti. Setelah tidak
ada pilihan lain, kita harus menggunakan kekuatan pikiran
kita sehingga mendapatkan pengertian yang sebenarnya.
Tujuan kita adalah secara berkesinambungan
mengembangkan daya pikir dengan menyiapkan diri
belajar dari orang lain, tanpa memberi kesempatan kepada
kepercayaan yang membuta. Dengan mengekspos diri kita
terhadap berbagai cara berpikir yang berlainan, dengan
menguji kepercayaan kita, pikiran kita akan selalu terbuka,
kita mengembangkan pengertian kita dan dunia di
sekeliling kita.
Sang Buddha pergi mencari semua guru ahli sebelum
Beliau mencapai Penerangan Sempurna. Beliau dapat
menerima apa yang mereka ajarkan. Sebagai pengganti,
Beliau menggunakan seluruh daya pikir-Nya untuk
menembus kebenaran. Dan ketika Beliau mencapai
Penerangan Sempurna, Beliau tidak pernah kehilangan
sifat-Nya atau memaksa orang lain yang tidak setuju
dengan ajaran-Nya.
Sekarang kita pertimbangkan dengan argumentasi
atau logika. Sekali waktu pikiran kita menentukan sesuatu
hal dapat diterima, kita namakan itu masuk akal.
11
Sesungguhnya seni berlogika itu adalah alat yang sangat
berharga untuk berargumentasi. Logika dapat
dieksloitasikan oleh seorang pembicara berbakat yang
menggunakan kepandaian dan kelicikan.
Seseorang yang sangat pandai bicara dapat
menjatuhkan suatu kebenaran dan keadilan, serta
menghancurkan yang lain, seperti pengacara di
pengadilan. Kelompok agama yang berbeda mengatakan
bahwa agamanya adalah yang terbaik dibanding dengan
lainnya. Argumentasi mereka biasanya didasarkan pada
bakat dan kemampuan yang mengekspresikan ide-ide
mereka, tetapi sesungguhnya mereka tidak tertarik kepada
kebenaran. Itulah alam dari argumentasi.
Untuk mencapai kebenaran, Sang Buddha
menasihatkan kita untuk tidak dipengaruhi oleh
argumentasi atau logika yang menyimpang dari penelitian.
Ketika manusia mulai dengan argumentasi, biasanya emosi
menyala dan hasilnya adalah pertengkaran argumentasi.
Terakhir, egoisme manusia ditambahkan untuk adu
pendapat. Akhirnya hanya menciptakan permusuhan,
sebab tidak ada seorang pun yang bersedia mengeluarkan
pendapatnya lagi. Oleh karena itu, seseorang jangan
mengembangkan kebenaran agama sampai menimbulkan
pertentangan pendapat. Itulah salah satu nasihat penting
yang telah disampaikan oleh Sang Buddha.
12
Nasihat berikutnya adalah untuk tidak menerima
suatu kebenaran mutlak karena pengaruh seseorang. Hal
ini menunjuk kepada kepercayaan seseorang yang tampak
seperti kebenaran melalui daya khayalannya, meskipun kita
mempunyai beberapa keraguan dalam pikiran kita sebelum
kita menerima hal-hal tertentu sebagai kebenaran atau
setelah kita kehabisan akal penelitian.
Setelah pikiran kita banyak ditipu oleh kemampuan
dan emosi perasaan, sikap mental kita menciptakan banyak
ilusi, khayalan. Kita juga dibelenggu oleh ketidak-tahuan.
Semua orang menderita dikarenakan kebodohan dan
bayang-bayang. Kekotoran batin menyelimuti pikiran
sehingga kita condong berprasangka dan tidak dapat
membedakan antara kebenaran dan bayang-bayang.
Hasilnya, kita hanya yakin bahwa diri kitalah yang paling
benar. Nasihat Sang Buddha adalah untuk tidak mengambil
kesimpulan semata-mata berdasarkan emosi perasaan,
akan tetapi carilah banyak keterangan dan renungkan
sebelum mengambil suatu kesimpulan. Maka, sebaiknya
kita harus mendengarkan terlebih dahulu apa yang
dibicarakan oleh orang lain. Mungkin mereka akan
menghilangkan keragu-raguan kita dan menolong kita
mengakui kesalahan yang dianggap benar.
Sebagai contoh, pada jaman dulu manusia percaya
bahwa matahari mengelilingi bumi, yang diyakini seperti
uang logam yang datar. Hal ini didasarkan pada
13
terbatasnya ilmu pengetahuan; tetapi mereka akan
merejam siapa yang berani menentang pendapat tersebut.
Terima kasih kepada Guru Agung kita, bahwa umat
Buddha tanpa catatan sejarah hitam dimana kita pernah
menentang sesuatu yang tidak masuk akal. Hal mana
menyebabkan banyak sekali sekolah Buddhis dapat hidup
berdampingan secara damai dengan yang lainnya. Dengan
didasari oleh ajaran Sang Buddha yang sangat jelas, umat
Buddha menaruh hormat kepada pandangan orang lain,
yang juga benar.
Nasihat lainnya adalah untuk tidak menerima sesuatu
yang nampaknya benar. Ketika anda melihat dan
mendengarkan tafsiran yang diberikan oleh orang lain,
anda menerima begitu saja hanya dari bentuk yang tampak
tanpa menggunakan daya penganalisaan anda.
Sering kali konsep atau pendapat yang anda ciptakan
tentang obyek jauh dari hakikat yang sebenarnya. Mencoba
untuk melihat sesuatu tanpa memberikan suatu pemantas
atau pembanding, pandangan Buddhis terkenal sebagai
analisa doktrin. Hanya berdasarkan analisa, kita dapat
mengerti realita dari suatu hukum benda dan hubungan
antara elemen dan tenaga energi berfungsi, bagaimana
mereka timbul dan tenggelam.
Jika anda benar-benar memeriksa sifat dasar dari alam
ini, dan dapat anda buktikan bahwa segala sesuatu itu
14
tidak kekal atau anicca, serta pandangan tentang objek
lebih maju; maka tidak akan menciptakan kekecewaan.
Dan anda akan menyadari, bahwa tidak ada gunanya
untuk bertengkar tentang pendapat; yang akhirnya hanya
suatu bayangan atau ilusi; yang tampaknya seperti sesuatu
yang benar. Umat Buddha tidak perlu mempertaruhkan
kehormatan untuk bertengkar soal dunia akan kiamat,
sebab pasti, segala sesuatu akan musnah dan diganti.
Suatu saat, dunia pasti kiamat. Tidak perlu ragu-ragu
tentang hal ini. Setiap napas kita masuk dan keluar,
sebagian dari tubuh kita rusak. Akhir dunia (yang
disabdakan oleh Sang Buddha) secara umum adalah suatu
kejadian dramatis yang terjadi setiap saat dari kehidupan
kita. Ilmu astronomi modern menyatakan bahwa dunia
dapat meletup setiap saat. Umat Buddha tidak kuatir masa
yang lalu dan tidak kuatir akan masa depan, yang penting
adalah pada saat ini, hari ini, mereka dalam keadaan
tenang.
Sebagaimana kita ketahui, akhir dari dunia bukan
sesuatu yang menakutkan atau sesuatu yang menjadikan
kita gelisah. Sang Buddha memperingatkan pengikut-Nya
untuk tidak tergantung kepada pengalaman seseorang yang
berspekulatif. Setelah mendengar atau membaca teori
tertentu, orang-orang pada umumnya akan secara
sederhana tiba pada suatu kesimpulan dan memegang
teguh kepercayaannya. Mereka dengan sangat kasar
15
menolak untuk mengubah pandangan hidupnya, sebab
sekali mereka memeluk kepercayaan tersebut, mereka telah
diperingatkan bahwa mereka akan dibakar di neraka
apabila menukar kepercayaan.
Di dalam ketidak-tahuan dan ketakutan, orang-orang
‘miskin’ yang hidup dalam surga kebodohan berpikir
bahwa dosa-dosa mereka secara ajaib telah dimusnahkan,
dihapuskan. Sang Buddha menasihatkan untuk tidak
membuat suatu kesimpulan dengan tergesa-gesa, yang
memutuskan apakah sesuatu itu benar atau sebaliknya.
Banyak orang menemukan segala sesuatu di dunia
ini, tetapi hal yang paling sulit bagi mereka adalah melihat
kebenaran atau kenyataan. Kita sebaiknya tidak tergantung
pada desas-desus untuk mengerti suatu kebenaran, kita
mungkin menerima hal tertentu sebagai dasar untuk
memulai suatu penyelidikan, yang pada akhirnya akan
memuaskan rasa ingin tahu kita.
Keputusan yang kita ambil berdasarkan spekulasi
dapat diibaratkan dengan keputusan yang dibuat oleh
sejumlah orang buta, yang memegang bagian tubuh seekor
gajah. Semua orang mengatakan bahwa dialah yang paling
benar, berdasarkan apa yang dipikirkan tentang seperti apa
bentuk gajah itu. Semua berkata dialah yang paling benar,
walaupun apa yang dikatakan itu ternyata salah, dalam
pikiran mereka bahwa pendapat mereka itu benar belaka.
16
Kita juga jangan seperti katak dibawah tempurung,
yang berpikir tidak ada dunia lain selain yang dilihatnya.
Kita dibutakan oleh mental batin kita yang kotor. Inilah
yang menyebabkan kita sulit menerima kebenaran. Hal
inilah yang menyebabkan banyak orang salah mengerti dan
mempengaruhi kita dengan amat mudah. Kita selalu
mengubah kepercayaan yang kita terima sebagai kebenaran
sebab kita tidak memegang teguh ajaran tersebut.
Manusia mengubah agamanya dari waktu ke waktu
sebab mereka sangat mudah dipengaruhi emosi
kemanusiaan. Sekali kita dapat menyatakan kebenaran, kita
tidak perlu mengubahnya lagi karena berbagai keadaan,
sebab pada akhirnya kebenaran tidak berubah, hal itu
adalah mutlak.
Jangan dengan amat mudah mengubah pandangan
hanya karena kagum pada kemampuan yang tampaknya
luar biasa, ini adalah nasihat berikut yang diberikan oleh
Sang Buddha kepada kelompok anak muda suku Kalama.
Banyak orang yang mempunyai kemampuan sangat
mengangumkan dengan kelakuan dan kemampuan nyata
untuk melakukan hal-hal tertentu. Sebagai contoh, akankah
anda secara membuta percaya bahwa gadis-gadis dalam
iklan televisi yang menyatakan, bahwa anda akan menjadi
cantik secantik dia, mempunyai gigi seindah dia, apabila
menggunakan pasta gigi merek tertentu?
17
Tentu saja tidak! Anda tidak akan menerima begitu
saja tanpa mencoba untuk menguji secara hati-hati tentang
kebenaran ucapannya. Hal ini seperti apabila seseorang
yang pandai berbicara mengetuk pintu anda dan secara
gemilang menceritakan ‘kebenaran’. Mereka mungkin
bercerita tentang banyak guru-guru agama, guru dan
ahli-ahli meditasi. Mereka juga akan menambahkan suatu
pernyataan yang dibesarkan tentang kemampuan guru
mereka untuk mempengaruhi pikiran anda.
Jika anda secara membuta menerima apa yang
dikatakan sebagai kebenaran, dengan pikiran dangkal anda
akan percaya dengan gentar dan rasa takut, sebab anda
sudah terpengaruh. Anda mungkin akan mengikuti
kepercayaannya untuk beberapa waktu, namun pada suatu
saat, anda akan menjadi ragu-ragu sebab tidak
menerimanya sesuai dengan pengertian dan pengalaman.
Secepat seorang guru yang pandai datang, kami akan
membuang yang pertama.
Periksalah apa yang dikatakan oleh Sang Buddha.
Renungkan bagaimana masuk akalnya, rasional, dan
ilmiahnya ajaran Beliau;
“Jangan mendengar kepercayaan orang dengan
membuta. Dengarkan dengan segenap perhatian,
dengan pikiran yang terkonsentrasi, dan pikiran yang
terbuka, tetapi sebaiknya jangan mengeluarkan
18
pendapat pribadi dan keahlian anda ketika
mendengarkan pembicaraan mereka. Mereka
mungkin akan mencoba untuk membangkitkan emosi
dan mempengaruhi pikiran seiring dengan kebutuhan
duniawi untuk memenuhi hasrat anda. Tetapi
mungkin maksud tujuan mereka bukan kepentingan
menyatakan ‘kebenaran’.”
“Jangan menerima segala sesuatu karena
pertimbangan ini adalah guru kami, ‘inilah nasihat terakhir
dari Sang Buddha pada konteks ini. Pernahkah anda
mendapatkan dari guru yang berguna, sayalah tuhan.
Ikutilah saya, puja saya, berdoalah pada saya, bila tidak
anda tidak akan diselamatkan’. Mereka juga berkata;
‘Kamu jangan memuja tuhan yang lain atau guru yang
lain’.”
Pikirkan dan renungkan sejenak untuk mengerti apa
sikap Sang Buddha dalam hal ini. Beliau berkata;
“Jangan secara membuta tergantung kepada
gurumu.”
Beliau adalah penemu dari sebuah agama atau
seorang Guru terkenal, tetapi secara tenang
‘menganjurkan’ anda sebaiknya tidak mengembangkan
pikiran yang hanya baru sekali saja mendengar. Hal ini
menunjukkan Sang Buddha sangat menghargai
kemampuan seseorang dan menginginkan seseorang untuk
19
menggunakan kebebasannya tanpa tergantung pada orang
lain.
Sang Buddha berkata;
“Jadilah pulau pelindung bagi dirimu sendiri.”
Sang Buddha telah menyatakan kepada kita, bahwa
Beliau hanyalah seorang guru yang telah mencapai
Penerangan Sempurna, dan pengikut-Nya tidak perlu
berlebihan untuk memuja-Nya. Beliau tidak pernah
menjanjikan kepada pengikut-Nya, bahwa dengan mudah
akan masuk surga atau mencapai Nibbana, jika secara
membuta memuja-Nya.
Jika kita melaksanakan ajaran dari suatu agama hanya
berdasarkan pada guru tersebut, kita tidak akan dapat
merealisasikan kebenaran. Tanpa membuktikan kebenaran
suatu agama yang kita anut, kita dapat menjadi korban dari
kepercayaan membuta dan mengurung kebebasan berpikir;
akhirnya kita hanya menjadi budak guru tertentu dan
membenci guru yang lainnya.
Harus kita buktikan bahwa kita tidak tergantung pada
orang lain untuk keselamatan diri kita sendiri. Tetapi kita
harus hormat pada guru-guru agama yang tulus dan berjasa
terhadap kebaikan. Guru-guru agama akan dapat
mengatakan kepada kita apa yang harus dilakukan untuk
memperkuat keselamatan, tetapi ingat, tidak seorang pun
20
dapat menyelamatkan orang lain. Penyelamatan ini tidak
sama dengan menyelamatkan orang yang berada dalam
keadaan bahaya. Inilah pembebasan dari kekotoran batin
dan penderitaan duniawi. Hal inilah yang menyebabkan
mengapa kita harus bekerja sendiri untuk mencapai
kebebasan atau persamaan; sebagaimana nasihat yang
diberikan oleh guru-guru agama.
“Tidak ada seorangpun yang dapat menyelamatkan
orang lain. Sang Buddha hanya penunjuk jalan.”
Dapatkah anda berpikir bahwa ada guru agama lain
yang akan mengatakan hal-hal tersebut? Inilah kebebasan
yang kita miliki dalam ajaran Sang Buddha.
Itulah sepuluh nasehat yang diberikan oleh Guru
Agung junjungan kita Sang Buddha Gotama kepada
kelompok anak muda suku Kalama, yang datang kepada
Beliau dan bertanya;
“Bagaimanakah sikap yang benar untuk menerima
sebuah agama, dan bagaimanakah caranya untuk
memutuskan ajaran mana yang benar?”
Jangan menjadi manusia egois atau memperbudak
orang lain; dan jangan melakukan sesuatu yang hanya
menguntungkan seseorang saja, tetapi pertimbangkan
manfaat bagi yang lainnya. Beliau berkata kepada mereka,
bahwa mereka akan dapat mengerti apa yang telah
21
ditunjukkan Beliau dengan pengalaman. Beliau juga
berkata tentang berbagai ragam praktik dan kepercayaan,
hal-hal tertentu baik bagi seseorang akan tetapi belum
tentu baik bagi orang lainnya, sebaliknya hal itu baik bagi
dia akan tetapi tidak untuk yang sedang istirahat. Sebelum
anda melakukan sesuatu, sebaiknya anda
mempertimbangkan apakah manfaat yang akan diperoleh.
Inilah petunjuk-petunjuk Sang Buddha yang harus
dipertimbangkan sebelum menerima suatu agama. Sang
Buddha memberikan kebebasan penuh untuk memilih
agama, sebagaimana yang ditunjukkan sebagai pendiri
kita.
Agama Buddha adalah sebuah agama yang
mengajarkan kita untuk mengerti, bahwa manusia bukan
untuk agama, tetapi agama untuk digunakan manusia.
Agama dapat diibaratkan seperti sebuah rakit untuk
menyeberangi sungai. Setelah tiba di pantai seberang,
seseorang dapat meninggalkan rakit tersebut dan
melanjutkan perjalanannya.
Seorang manusia sebaiknya menggunakan agama
untuk kemajuan dirinya dan mencari kebebasan,
kedamaian, dan kebahagiaan. Agama Buddha adalah
sebuah agama yang dapat kita gunakan untuk hidup
dengan penuh perdamaian, dan mengajak yang lainnya
hidup damai pula sebagaimana yang kita rasakan.
22
Sambil mempraktikkan ajaran agama, kita juga harus
bersikap hormat terhadap agama lain. Sulit memang
menaruh rasa hormat kepada kepercayaan orang lain, dan
sikap buruk terhadap keyakinan orang lain yang tampak ini
harus dapat ditoleransi dengan tanpa mengganggu atau
menghina agama lain. Banyak agama lain yang telah
mengajarkan kepada pengikut-pengikutnya untuk
mengambil sikap ini.
23

Tidak ada komentar:

Posting Komentar