oleh; bhikkhu sacca dhammo
“ orang yang bijaksana tidak akan
meceritakan keburukan orang lain sekalipun ia di Tanya, apalagi tidak di Tanya!
Namun, apabila ia perlu untuk berbicara sepatutunya ia mengemukakan dengan
hati-hati. Selanjutnya, orang yag bijaksana sekalipun tidak di tanya ia akan
meceritakan kebaikan orang lain. Namun jika di Tanya dan di perlukan untuk
bicara, sepatutnya ia memuji kebaikan orang tersebut, tanpa keraguan dan
jelas.”
Kritik dan hujatan hal ini tidak asing lagi terdengar di telinga kita bahkan sering kita alami. Hal demikian juga sudah ada pada jaman kehidupan Buddha gotama. Di jaman Buddha gotama 25 abat yang lampau, banyak umat menkritik perilaku buruk para bikkhu.
Umat Buddha yang cerdas dan peka itu tidak sampai hati membiarkan anutannya jatuh ke dalam prilaku tercela. Mereka mepedulikan kehidupan para bhikkhu, turut menjaga para bhikkhu, menyokonh kehidupan para bhikkhu, baik secara materi maupun non-materi.
Dengan cara yang baik pada waktu yang sesuai, tidak sedikit umat itu memberikan teguran langsung pada para bhikkhu ketika mengetahui sesuatu yang tidak layak. Di lain kesempatan, umat memberikan kritikannya melalui bhikkhu yang berkompenten untuk menyapekan duduk perkaranya kepada Buddha gotama untuk menyampekan apa yang mereka lihat atau dengar atas perilaku seorang bhikkhu.
Lalu Buddha gotama memanggil bhikkhu-bhikkhu yang bersangkutan dan menanyakan dari hati ke hati. Bila bhikkhu itu terbukti salah, Buddha gotama memberikan penyandaran atas kesalahan bhikkhu tersebut. Tidak sedikit kritikan –kritikan itu kemudian di gariskan oleh Buddha gotama sebagai peraturan yang sah. Tak dapat di pungkiri, dari kritik-kritik itulah kewibawaan sangha di bangun.
Dewasa inipun, banyak umat yang cerdas dan peka mekritik prilaku para bikkhu. sekali lagi, tentu ini merupakan suatu yang wajar kepedulian para umat terhadap kehidupan para bhikkhu. para bhikkhu yang terus belajar dan ingin meperbaiki diri sangat menghargai kritikan itu.
Bara bhikkhu turut berbahagia atas perhatian dan kepedulian itu, dalam sutta nipata 558, Buddha gotama menyatakan, “ia yang menkritik apa yang pantas di kritik, ia yang memuji apa yang patut di puji, ia yang mengatakan kebenaran yang sesungguhnya, adalah jenis manusia yang mengagumkan.
Namun, keprihatinan mulai timbul manakala kritikan di motori kebencian. Fungsi kritik mulai terperosot ketika medepankan rasa tidak suka. Kepedulian dan keprihatinan telah berganti muka ketika di manfaatkan untuk menghasut banyak orang. Seharusnya kritik membangun wibawa namun menjadi hujatan dan hinaan. Mestinya turut menjaga, malah berbalik mepermalukan dan menjatuhkan.
Mudah saja membedakan antara kriti dan menghina. Kalo kritik maka obyeknya adalah perbuatan. Kritik di sampekan ketika ingin meluruskan suatu tindakan salah. Sedangkan obyek dari penghinaan dan hujatan adalah bentuk tubuh, warna kulit, suku, status dan masa lalu.
Apa sumber dari semua hinaan??? Awalnya adalah kebenciaan atau prasangka buruk. Berprasangka buruk akan menumbulkan tabiat buruk yang gemar mencari-cari keburukan orang lain sesuai dengan anggapannya.
Kalo sudah sampai ke prilaku yang senang mencari keburukan orang lain maka orang itu tidak tau untuk mebeberkan keburukan itu kepada lingkungan sekitarnya. Prosedurnya sederhana, buruk sangka, gemar mencari keburukan orang lain dengan prasangka dan di sebarkan kepada lingkungan.
Lantas, bagemana kalo yang di katakana itu benar, maksutnya apa adanya? Jika itu benar maka kita sudah menghujatnya, jika tidak benar kita sudah mefitnahnya. Kedua-duanya prilaku buruk dan tercela.
Oleh karena itu yang terbaik adalah tidak mebicarakan keburukan orang lain. Kalo tidak ada makna baik dan hanya menunjukan dirinya lebih hebat kemudian mecemarkan nama baik orang lain, ini adalah sifat pendengki.
Kalo kita hanya biasa berkata salah dan kita menihmati kesalahan orang lain, lalu berusaha memudarkan kebaikan seseorang, iniah manusia yang rendah. Perkataan, tulisan-tulisan, yang menghina dan menghujat orang lain, sesungguhnya lebih menunjukan karakter dirinya sendiri.
Maka kalo ada orang yang berkata burut tentang orang lain, hal pertama yang bias kita lakukan adalah jangan percaya begitu saja!! Kalo kepada kita saja ia leluasa menceritakan keburukan orang lain, maka di belakang kita ia akan lebih leluasa menghina kita sesuai prasangkanya.
Makin banyak kata-kata hina yang di sebarkan, orang ini telah melakukan kebusukan. Orang yang tidak malu berbuat jahat, berpeluang sejengkal, sejengkal jadi sedepa, sedepa jadi seharta. Jangan sampai kita terhasut orang-orang yang suka menghina.
Demikian juga bila ada berita di Koran, lihat dulu korannya andekata Koran gossip, singkirkan, jangan mudah percaya. Begitu juga tontonan-tontonan gossip.
Buddha gotama dalam anguttara nikaya 2, 78 mengingatkan,
“ orang yang bijaksana tidak akan meceritakan keburukan orang lain sekalipun ia di Tanya, apalagi tidak di Tanya! Namun, apabila ia perlu untuk berbicara sepatutunya ia mengemukakan dengan hati-hati. Selanjutnya, orang yag bijaksana sekalipun tidak di taya ia akan meceritakan kebaikan orang lain. Namun jika di Tanya dan di perlukan untuk bicara, sepatutnya ia memuji kebaikan orang tersebut, tanpa keraguan dan jelas.”
Berburuk sangka adalah awal dari aneka keburukan sikap lainya. Karena prasangka, pikiran menjadi buruk, ucapan menjadi buruk dan perbuatan menjadi buruk. Padahal kita tidak pernah tau isi hati setiap orang. Kita juga tidak tau niat setiap orang. Maka seindah-indahnya pribadi adalah ia yang mengawali segala prilakunya dengan berbaik sangka kepada orang lain.
Jika pikiran kita penuh dengan pikiran baik maka tutur kata akan menjadi baik, kehidupan akan menjadi baik. Berhenti berburuk sangka dan nikmatilah kebaika dengan berbaik sangka. Ceritalah 1001 alasan agar tidak memanfaatkan orang lain. Carilah informasi yang benar agar sikap kita jauh dari prasangka yag buruk.
“ jangan menggunakan kata-kata kasar sebagai kelanjutan dari emosi. Kendalikan ucapan, jangan melakukan kejahatan melalui ucapan. Ucapkanlah kata-kata yang benar untuk melakukan kebajikan.”
Kritik dan hujatan hal ini tidak asing lagi terdengar di telinga kita bahkan sering kita alami. Hal demikian juga sudah ada pada jaman kehidupan Buddha gotama. Di jaman Buddha gotama 25 abat yang lampau, banyak umat menkritik perilaku buruk para bikkhu.
Umat Buddha yang cerdas dan peka itu tidak sampai hati membiarkan anutannya jatuh ke dalam prilaku tercela. Mereka mepedulikan kehidupan para bhikkhu, turut menjaga para bhikkhu, menyokonh kehidupan para bhikkhu, baik secara materi maupun non-materi.
Dengan cara yang baik pada waktu yang sesuai, tidak sedikit umat itu memberikan teguran langsung pada para bhikkhu ketika mengetahui sesuatu yang tidak layak. Di lain kesempatan, umat memberikan kritikannya melalui bhikkhu yang berkompenten untuk menyapekan duduk perkaranya kepada Buddha gotama untuk menyampekan apa yang mereka lihat atau dengar atas perilaku seorang bhikkhu.
Lalu Buddha gotama memanggil bhikkhu-bhikkhu yang bersangkutan dan menanyakan dari hati ke hati. Bila bhikkhu itu terbukti salah, Buddha gotama memberikan penyandaran atas kesalahan bhikkhu tersebut. Tidak sedikit kritikan –kritikan itu kemudian di gariskan oleh Buddha gotama sebagai peraturan yang sah. Tak dapat di pungkiri, dari kritik-kritik itulah kewibawaan sangha di bangun.
Dewasa inipun, banyak umat yang cerdas dan peka mekritik prilaku para bikkhu. sekali lagi, tentu ini merupakan suatu yang wajar kepedulian para umat terhadap kehidupan para bhikkhu. para bhikkhu yang terus belajar dan ingin meperbaiki diri sangat menghargai kritikan itu.
Bara bhikkhu turut berbahagia atas perhatian dan kepedulian itu, dalam sutta nipata 558, Buddha gotama menyatakan, “ia yang menkritik apa yang pantas di kritik, ia yang memuji apa yang patut di puji, ia yang mengatakan kebenaran yang sesungguhnya, adalah jenis manusia yang mengagumkan.
Namun, keprihatinan mulai timbul manakala kritikan di motori kebencian. Fungsi kritik mulai terperosot ketika medepankan rasa tidak suka. Kepedulian dan keprihatinan telah berganti muka ketika di manfaatkan untuk menghasut banyak orang. Seharusnya kritik membangun wibawa namun menjadi hujatan dan hinaan. Mestinya turut menjaga, malah berbalik mepermalukan dan menjatuhkan.
Mudah saja membedakan antara kriti dan menghina. Kalo kritik maka obyeknya adalah perbuatan. Kritik di sampekan ketika ingin meluruskan suatu tindakan salah. Sedangkan obyek dari penghinaan dan hujatan adalah bentuk tubuh, warna kulit, suku, status dan masa lalu.
Apa sumber dari semua hinaan??? Awalnya adalah kebenciaan atau prasangka buruk. Berprasangka buruk akan menumbulkan tabiat buruk yang gemar mencari-cari keburukan orang lain sesuai dengan anggapannya.
Kalo sudah sampai ke prilaku yang senang mencari keburukan orang lain maka orang itu tidak tau untuk mebeberkan keburukan itu kepada lingkungan sekitarnya. Prosedurnya sederhana, buruk sangka, gemar mencari keburukan orang lain dengan prasangka dan di sebarkan kepada lingkungan.
Lantas, bagemana kalo yang di katakana itu benar, maksutnya apa adanya? Jika itu benar maka kita sudah menghujatnya, jika tidak benar kita sudah mefitnahnya. Kedua-duanya prilaku buruk dan tercela.
Oleh karena itu yang terbaik adalah tidak mebicarakan keburukan orang lain. Kalo tidak ada makna baik dan hanya menunjukan dirinya lebih hebat kemudian mecemarkan nama baik orang lain, ini adalah sifat pendengki.
Kalo kita hanya biasa berkata salah dan kita menihmati kesalahan orang lain, lalu berusaha memudarkan kebaikan seseorang, iniah manusia yang rendah. Perkataan, tulisan-tulisan, yang menghina dan menghujat orang lain, sesungguhnya lebih menunjukan karakter dirinya sendiri.
Maka kalo ada orang yang berkata burut tentang orang lain, hal pertama yang bias kita lakukan adalah jangan percaya begitu saja!! Kalo kepada kita saja ia leluasa menceritakan keburukan orang lain, maka di belakang kita ia akan lebih leluasa menghina kita sesuai prasangkanya.
Makin banyak kata-kata hina yang di sebarkan, orang ini telah melakukan kebusukan. Orang yang tidak malu berbuat jahat, berpeluang sejengkal, sejengkal jadi sedepa, sedepa jadi seharta. Jangan sampai kita terhasut orang-orang yang suka menghina.
Demikian juga bila ada berita di Koran, lihat dulu korannya andekata Koran gossip, singkirkan, jangan mudah percaya. Begitu juga tontonan-tontonan gossip.
Buddha gotama dalam anguttara nikaya 2, 78 mengingatkan,
“ orang yang bijaksana tidak akan meceritakan keburukan orang lain sekalipun ia di Tanya, apalagi tidak di Tanya! Namun, apabila ia perlu untuk berbicara sepatutunya ia mengemukakan dengan hati-hati. Selanjutnya, orang yag bijaksana sekalipun tidak di taya ia akan meceritakan kebaikan orang lain. Namun jika di Tanya dan di perlukan untuk bicara, sepatutnya ia memuji kebaikan orang tersebut, tanpa keraguan dan jelas.”
Berburuk sangka adalah awal dari aneka keburukan sikap lainya. Karena prasangka, pikiran menjadi buruk, ucapan menjadi buruk dan perbuatan menjadi buruk. Padahal kita tidak pernah tau isi hati setiap orang. Kita juga tidak tau niat setiap orang. Maka seindah-indahnya pribadi adalah ia yang mengawali segala prilakunya dengan berbaik sangka kepada orang lain.
Jika pikiran kita penuh dengan pikiran baik maka tutur kata akan menjadi baik, kehidupan akan menjadi baik. Berhenti berburuk sangka dan nikmatilah kebaika dengan berbaik sangka. Ceritalah 1001 alasan agar tidak memanfaatkan orang lain. Carilah informasi yang benar agar sikap kita jauh dari prasangka yag buruk.
“ jangan menggunakan kata-kata kasar sebagai kelanjutan dari emosi. Kendalikan ucapan, jangan melakukan kejahatan melalui ucapan. Ucapkanlah kata-kata yang benar untuk melakukan kebajikan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar