Beretika menurut perspektif Buddhis
by : Khemanando Bhikkhu
Garavo ca nivato ca Santutthi ca katannuta
Kalena dhammasavanam Etammangalamuttamam
"Menjauhi,
tak melakukan kejahatan menghindari minum-minuman keras
Tekun
melaksanakan Dhamma Itulah Berkah Utama "
Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma
Sambuddhassa
Dengan melalui etika ini kita bisa
menentukan apa yang baik dan kemudian melaksanakannya, baik dalam kehidupan
pribadi maupun dalam bermasyarakat.
Buddhisme mengajarkan bahwa
pembatasan tentang apa yang baik dan apa yang buruk, didasarkan pada Tiga Azas
yaitu;
– Azas Sarana, – Azas hasil-akibat
dan – Azas Universal.
~Azas pertama adalah bahwa suatu
tingkah laku adalah baik jika tingkah laku tersebut dapat membantu pencapaian
sasaran. Sudah barang tentu sasaran akhir seorang buddhis adalah Nibbana, yang
juga digambarkan sebagai terhapusnya Keserakahan, Kebencian, dan Kegelapan
Batin secara sempurna. Atau juga disebut suatu keadaan batin yang bebas dari
perubahan, khayalan, bebas dari keinginan rendah, bebas dari proses tumimbal
lahir. Nibbana dapat ditinjau dari Tiga Aspek yaitu ;
Aspek metafisika artinya Padamnya
derita.
Aspek psikologi artinya Lenyapnya
Egoisme.
Aspek Etika/Sila artinya lenyapnya
Lobha, Dosa dan Moha.
Jadi bisa kita katakan, bahwa semua
yang menambah dan menyebabkan keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin atau
yang menjauhkan diri seseorang dari Nibbana, adalah HAL YG BURUK.
Apabila
tingkah laku kita tidak menambah tapi juga tidak mengurangi keserakahan,
kebencian dan kegelapan batin, maka itu adalah suatu Etika Moral yang Netral
atau tidak berakibat. Sebagai contoh, Buddha mengatakan agar kita tidak perlu
menghabiskan waktu untuk berusaha mengetahui asal-muasal alam semesta, bukan
karena berspekulasi tentang hal itu adalah tidak baik, tapi hal itu tidak
membantu pelepasan, pemutusan, penghentian, penenangan, pengetahuan yang
tinggi, serta kebangkitan atau ke Nibbana.
~Azas ke dua yang digunakan oleh
Agama Buddha untuk menentukan yang baik dan yang buruk adalah Azas hasil-akibat
; kita bisa menentukan macam tingkah laku tergantung dari hasil atau akibat
perbuatan tersebut.
Suatu perbuatan yang menghasilkan penyesalan dan
mengakibatkan ratapan tangis dan air mata adalah perbuatan yang tidak baik (akusalakamma)
tetapi jika suatu perbuatan yang tidak mengakibatkan penyesalan dan menyebabkan
kegembiraan dan kebahagiaan maka itu adalah suatu perbuatan yang baik
(kusalakamma).
Akhir-akhir ini banyak kontroversi ditengah-tengah masyarakat
kita dengan beredarnya majalah Playboy versi Indonesia, ini merupakan klimaks
bagi kita semua. Memang sejak awal penerbitan telah menimbulkan kontroversi
dikalangan orang-orang yang menolak terbitnya majalah tersebut.
Tetapi bagi
mereka yang merasa senang dengan terbitnya majalah itu seolah-olah telah
memberi angin segar bagi mereka. Memang sungguh memprihatinkan kondisi-kondisi
seperti ini terus muncul ditengah-tengah masyarakat kita, yang baru
marak-maraknya berdemontrasi.
Jika hal ini tidak bisa diatasi dalam waktu sedini
mungkin, mau jadi apa masyarakat kita? Apakah hal-hal seperti ini akan
dipertahankan selamanya? Apakah memang moral bangsa kita semakin menurun
persentasenya atau malah bertambah? Banyak orang menilai majalah itu memang
menampilkan perempuan-perempuan yang berpose bugil dan hal itulah yang dianggap
sebagai pornografi. Karena pengertian porno disini mempunyai sebuah
multidefinisi dan penafsiran bagi orang-orang tertentu.
Sehingga suasana
seperti ini bisa menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat kita sendiri.
Jadi sebagai seorang buddhis yang mengetahui hasil atau akibat dari segala
sesuatu, maka kita tidak usah gembar-gembor kesana-kemari tetapi dengan
penyelidikan yang hati-hati dan sebuah pertimbangan fakta-fakta yang sangat
relevan dan logistik.
Supaya kita dapat menentukan tindakan kita sendiri. Tidak
ada seorangpun yang secara sadar menyakiti dirinya sendiri, jadi apabila suatu
tindakan kita menyebabkan rasa sakit, ketegangan dan penderitaan, pastilah itu
sesuatu yang tidak semestinya.
~Azas ketiga dalam penentuan yang
baik dari yang buruk adalah Azas Universalitas atau Azas penerimaan Umum. Dalam
satu hal semua makluk mempunyai suatu persamaan, yakni mendambakan suatu
kebahagiaan dan senantiasa menjauhi penderitaan;
oleh karenanya kita dapat menyimpulkan
bahwa apa yang menyakitkan bagi seorang juga akan menyakitkan bagi orang lain.
Atas dasar kenyataan tadi, azas universalitas mengajarkan bahwa kita hendaknya
hanya melakukan pada orang lain hal-hal yang kita kehendaki yang dilakukan
orang lain pada kita.
Buddha mengatakan sebagai berikut; Dhamma yang bagaimana
yang bila dilakukan bisa menghasilkan kebajikan pada seseorang? menyangkut hal
ini, siswa yang baik selalu merenungkan:
“inilah saya yang menikmati
kehidupan, tidak mengharapkan kematian, menyenangi kenikmatan-kenikmatan dan
tidak menyukai penderitaan. “apabila seseorang bermaksud membunuhku, saya tidak
menyukai hal itu. Demikian pula apabila saya bermaksud membunuh orang lain, dia
juga tidak akan menyukainya?? Sebab apa yang saya tidak sukai, pasti pula tidak
disukai orang lain;
bagaimana mungkin saya bisa membebani orang lain seperti
itu?”. Berdasarkan perenungan tersebut, seseorang hendaknya bertekad agar tidak
membunuh atau tidak menganjurkan orang lain untuk melakukannya .
Mencuri, berzina, berkata yang tidak
benar, berkata fitnah……………..
Bahwa dalam kehidupan kita
sehari-hari, kita pada umumnya berkehendak dulu sebelum melakukan suatu
tindakan; oleh karenanya, dengan berdasarkan Tiga Azas diatas, kita hendaknya
memasukkan kehendak-kehendak yang baik terlebih dahulu pada setiap rencana
tindakan kita sebelum melaksanakannya.
Apabila suatu tindakan memperkuat
kecenderungan-kecenderungan yang menjauhkan diri kita dari jalan Nibbana,
menyebabkan diri kita dan orang lain menderita, dan juga termasuk suatu
tindakan yang didasari oleh kehendak negatif seperti Kebencian, Keserakahan,
Kesombongan dan sebagainya; itulah yang disebut tidak baik atau salah.
Tetapi
sebaliknya jika suatu tindakan memperkuat kecenderungan-kecenderungan yang
mendekatkan kita kearah Nibbana, tidak menyebabkan penderitaan bagi diri kita
sendiri dan orang lain, dan juga termasuk suatu tindakan yang didasari dengan
kehendak yang positif seperti Cinta Kasih, Kemurahan Hati, dan sebagainya,
itulah yang disebut sebagai yang baik dan benar.
Berdasar hanya salah satu dari
azas diatas saja tidaklah cukup untuk menilai apakah suatu tindakan baik atau
buruk, tapi ketiganya merupakan satu kesatuan atau kemanunggalan yang tepat
untuk dijadikan sebuah petunjuk untuk berpikir, berbicara dan bertindak.
Menjadi baik dalam pandangan buddhisme tidak sekadar mematuhi suatu
perintah-perintah; tapi juga perlu bahwa kita memikirkan tujuan atau sasaran
kita, bahwa kita bermawas diri dalam berpikir, berbicara dan bertindak dan agar
supaya kita menjadi peka dalam hubungan diantara sesama.
Secara singkat
diperlukan akal budi dan pengertian. Dengan demikian adalah sangat tepat bila
dikatakan bahwa Buddhisme meletakkan dasar pada Moralitas. Dalam membicarakan
kebajikan, adalah penting ditekankan bahwa Buddhisme mengajarkan keunggulan
dari Kebajikan daripada Kejahatan.
Beberapa agama mengajarkan secara alami
setiap orang pada dasarnya berdosa., dan bahwa manusia dengan kekuatan sendiri
tidak akan mampu manjadi baik, dan bahwa hanya dapat ditolong dengan memohon
belas kasih dari Makluk Adikodrati tertentu .
Pemahaman Buddha tentang ciri
alami manusia sangat berbeda dari pandangan pesimis dan suram dari Agama-agama
lain. Kebaikan atau kebajikan adalah lebih kuat daripada kejahatan.
Ketika itu Sang Raja (Millinda)
bertanya : “Y.M Nagasena, yang mana lebih kuat, kebajikan atau kejahatan”.
Y.M Nagasena menjawab : “Kebajikan
adalah lebih besar, Tuanku. Dan kejahatan adalah suatu yang sangat kecil.”
“Kenapa demikian?”
“Tuanku, orang yang berbuat
kejahatan mungkin akan dengan menyesal dan berkata : “perbuatan jahat telah
saya lakukan ; oleh karenanya kejahatan tidaklah bertambah. Tetapi orang
berbuat kebajikan tidaklah pernah menyesal. Karena bebas dari penyesalan,
timbul rasa senang, dari perasaan senang timbul kegembiraan, dari kegembiraan
timbul ketenangan, dari ketenangan timbul kebahagiaan, dan dalam batin yang
berbahagia seseorang bisa memusatkan pikirannya.
Seseorang yang bisa memusatkan
pikirannya dapat melihat seperti apa adanya, dan dengan demikian kebajikan akan
semakin bertambah.”
Dalam salah satu percakapannya
Buddha menganjurkan agar kita berbuat kebajikan dan kebaikan sebanyak-banyaknya
dalam hidup kita, seperti yang dilakukan Beliau.
“~Menghindari perbuatan salah dapat
dilakukan. Apabila itu tidak dapat dilakukan , saya tidak akan menganjurkan
engkau untuk melakukannya. Tapi karena itu bisa dilakukan, saya berkata
kepadamu :
“Hindarilah perbuatan salah.” Bila dengan menghindari kesalahan akan
membawa kehilangan dan kesesalan, Saya tidak akan menganjurkan untuk
melakukannya. Tapi karena itu membawa keberuntungan dan kebahagiaan, saya
menganjurkan engkau : “Hindarilah perbuatan salah.”
~Mengembangkan kebajikan, dapatlah
dilakukan. Apabila itu tidak dapat dilakukan, Saya tidak akan menganjurkan
engkau untuk melakukannya. Tapi karena itu dapat dilakukan, Saya berkata
kepadamu :
“Kembangkanlah Kebajikan .”Bila dengan mengembangkan kebajikan akan
membawa kehilangan dan kesesalan, maka Saya tidak akan menganjurkan engkau
untuk melakukannya tapi karena itu dapat membawa keberuntungan dan kebahagiaan,
maka Saya menganjurkan engkau : “Kembangkanlah Kebajikan.”
Sabbe satta bhavantu sukhitatta
Semoga semua makluk turut
berbahagia…….sadhu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar