Suatu ketika, ada suatu wabah penyakit menular menyerang kota Rajagaha.
Di rumah bendahara kerajaan, para pelayan banyak yang meninggal akibat
wabah tersebut. Bendahara dan istrinya juga terkena wabah tersebut.
Ketika mereka berdua merasa akan mendekati ajal, mereka memerintahkan
anaknya Kumbhaghosaka untuk pergi meninggalkan mereka, pergi dari rumah,
dan kembali lagi pada waktu yang lama, agar tidak ketularan. Mereka
juga mengatakan kepada Kumbhaghosaka, bahwa mereka telah mengubur harta
sebesar 40 crore. Kumbhaghosaka pergi meninggalkan kota, dan tinggal di
hutan selama 12 tahun, dan kemudian kembali lagi ke kota asalnya.
Seiring dengan waktu, Kumbhaghosaka tumbuh menjadi seorang pemuda, dan tidak seorangpun di kota yang mengenalinya. Dia pergi ke tempat dimana harta karun tersebut disembunyikan, dan menemukannya masih dalam keadaan utuh. Tetapi dia menyadari, bahwa tidak ada seorangpun yang dapat mengenalinya lagi. Jika dia menggali harta tersebut, dan menggunakannya, masyarakat mungkin berpikir, seorang lelaki miskin secara tidak sengaja telah menemukan harta karun, dan mereka mungkin akan melaporkannya kepada Raja. Dalam kasus ini, hartanya akan disita dan dia sendiri mungkin akan ditangkap. Maka dia memutuskan untuk sementara waktu ini tidak menggali harta tersebut, dan untuk sementara dia harus mencari pekerjaan untuk membiayai penghidupannya.
Dengan mengenakan pakaian tua, Kumbhaghosaka mencari pekerjaan. Dia mendapatkan pekerjaan untuk membangunkan orang. Bangun awal di pagi hari, dan berkeliling memberitahukan bahwa saat itu adalah saat untuk menyediakan makanan, untuk menyiapkan kereta, ataupun saat untuk menyiapkan kerbau dan lain-lain.
Suatu pagi Raja Bimbisara mendengar suara orang membangunkannya. Raja berkomentar, "Ini adalah suara dari seorang laki-laki sehat."
Seorang pelayan mendengar komentar Raja. Ia mengirimkan seorang penyelidik untuk menyelidikinya. Dia melaporkan bahwa pemuda itu hanya orang sewaan. Menanggapi laporan ini, Raja kembali berkomentar sama selama dua hari berturut-turut. Sekali lagi, pelayan raja menyuruh orang lain menyelidikinya, dan hasilnya tetap sama. Pelayan berpikir bahwa ini adalah hal yang aneh, maka dia meminta pada raja, agar memberikan izin kepadanya untuk pergi dan menyelidikinya sendiri.
Dengan menyamar sebagai orang desa, pelayan dan putrinya pergi ke tempat tinggal para buruh. Mereka mengatakan bahwa mereka adalah pengelana, dan membutuhkan tempat untuk bermalam. Mereka mendapat tempat bermalam di rumah Kumbhaghosaka untuk satu malam. Tetapi mereka merencanakan memperpanjang tinggal di sana. Selama periode tersebut, dua kali Raja telah mengumumkan bahwa akan diadakan suatu upacara di tempat tinggal para buruh, dan setiap kepala rumah tangga harus memberikan sumbangan. Kumbhaghosaka tidak mempunyai uang untuk menyumbang. Maka dia berusaha untuk mendapatkan beberapa koin (Kahapana) dari harta simpanannya.
Ketika melihat Kumbhaghosaka membawa koin-koin tersebut, pelayan raja berusaha agar Kumbhaghosaka mau menukarkan koin-koin itu dengan uangnya. Usahanya berhasil, dan pelayan itu mengirimkan koin-koin itu kepada raja. Setelah beberapa waktu, pelayan tersebut mengirimkan pesan kepada raja untuk mengirim orang dan memanggil Kumbhaghosaka ke pengadilan. Kumbhaghosaka merasa tidak senang, dengan terpaksa ia pergi bersama orang-orang tersebut. Pelayan dan putrinya juga pergi ke istana.
Di istana, Raja menyuruh Kumbhaghosaka untuk menceritakan kejadian sebenarnya, dan menjamin keselamatannya. Kumbhaghosaka kemudian mengakui bahwa Kahapana itu adalah miliknya, dan juga mengakui bahwa ia adalah putra seorang bendahara di Rajagaha, yang meninggal karena wabah, dua belas tahun yang lalu. Dia kemudian juga menceritaka tentang tempat dimana harta karun tersebut disembunyikan. Akhirnya, semua harta karun tersebut dibawa ke istana; Raja mengangkatnya menjadi seorang bendahara dan memberikan putrinya untuk dijadikan istri.
Setelah itu Raja membawa Kumbhaghosaka mengunjungi Sang Buddha di Vihara Veluvana, dan mengatakan kepada Beliau bagaimana pemuda tersebut memperoleh kekayaan, dengan mengumpulkan hasil pekerjaannya sebagai buruh, dan bagaimana dia diangkat menjadi seorang bendahara.
Mengakhiri pertemuan itu, Sang Buddha membabarkan syair 24 berikut ini:
"Utthanavato satimato
sucikammassa nisammakarino
sannatassa dhammajivino
appamattassa yaso bhivaddhati."
Orang yang penuh semangat,
selalu sadar, murni dalam perbuatan,
memiliki pengendalian diri,
hidup sesuai dengan Dhamma,dan selalu waspada,
maka kebahagiaannya akan bertambah.
Seiring dengan waktu, Kumbhaghosaka tumbuh menjadi seorang pemuda, dan tidak seorangpun di kota yang mengenalinya. Dia pergi ke tempat dimana harta karun tersebut disembunyikan, dan menemukannya masih dalam keadaan utuh. Tetapi dia menyadari, bahwa tidak ada seorangpun yang dapat mengenalinya lagi. Jika dia menggali harta tersebut, dan menggunakannya, masyarakat mungkin berpikir, seorang lelaki miskin secara tidak sengaja telah menemukan harta karun, dan mereka mungkin akan melaporkannya kepada Raja. Dalam kasus ini, hartanya akan disita dan dia sendiri mungkin akan ditangkap. Maka dia memutuskan untuk sementara waktu ini tidak menggali harta tersebut, dan untuk sementara dia harus mencari pekerjaan untuk membiayai penghidupannya.
Dengan mengenakan pakaian tua, Kumbhaghosaka mencari pekerjaan. Dia mendapatkan pekerjaan untuk membangunkan orang. Bangun awal di pagi hari, dan berkeliling memberitahukan bahwa saat itu adalah saat untuk menyediakan makanan, untuk menyiapkan kereta, ataupun saat untuk menyiapkan kerbau dan lain-lain.
Suatu pagi Raja Bimbisara mendengar suara orang membangunkannya. Raja berkomentar, "Ini adalah suara dari seorang laki-laki sehat."
Seorang pelayan mendengar komentar Raja. Ia mengirimkan seorang penyelidik untuk menyelidikinya. Dia melaporkan bahwa pemuda itu hanya orang sewaan. Menanggapi laporan ini, Raja kembali berkomentar sama selama dua hari berturut-turut. Sekali lagi, pelayan raja menyuruh orang lain menyelidikinya, dan hasilnya tetap sama. Pelayan berpikir bahwa ini adalah hal yang aneh, maka dia meminta pada raja, agar memberikan izin kepadanya untuk pergi dan menyelidikinya sendiri.
Dengan menyamar sebagai orang desa, pelayan dan putrinya pergi ke tempat tinggal para buruh. Mereka mengatakan bahwa mereka adalah pengelana, dan membutuhkan tempat untuk bermalam. Mereka mendapat tempat bermalam di rumah Kumbhaghosaka untuk satu malam. Tetapi mereka merencanakan memperpanjang tinggal di sana. Selama periode tersebut, dua kali Raja telah mengumumkan bahwa akan diadakan suatu upacara di tempat tinggal para buruh, dan setiap kepala rumah tangga harus memberikan sumbangan. Kumbhaghosaka tidak mempunyai uang untuk menyumbang. Maka dia berusaha untuk mendapatkan beberapa koin (Kahapana) dari harta simpanannya.
Ketika melihat Kumbhaghosaka membawa koin-koin tersebut, pelayan raja berusaha agar Kumbhaghosaka mau menukarkan koin-koin itu dengan uangnya. Usahanya berhasil, dan pelayan itu mengirimkan koin-koin itu kepada raja. Setelah beberapa waktu, pelayan tersebut mengirimkan pesan kepada raja untuk mengirim orang dan memanggil Kumbhaghosaka ke pengadilan. Kumbhaghosaka merasa tidak senang, dengan terpaksa ia pergi bersama orang-orang tersebut. Pelayan dan putrinya juga pergi ke istana.
Di istana, Raja menyuruh Kumbhaghosaka untuk menceritakan kejadian sebenarnya, dan menjamin keselamatannya. Kumbhaghosaka kemudian mengakui bahwa Kahapana itu adalah miliknya, dan juga mengakui bahwa ia adalah putra seorang bendahara di Rajagaha, yang meninggal karena wabah, dua belas tahun yang lalu. Dia kemudian juga menceritaka tentang tempat dimana harta karun tersebut disembunyikan. Akhirnya, semua harta karun tersebut dibawa ke istana; Raja mengangkatnya menjadi seorang bendahara dan memberikan putrinya untuk dijadikan istri.
Setelah itu Raja membawa Kumbhaghosaka mengunjungi Sang Buddha di Vihara Veluvana, dan mengatakan kepada Beliau bagaimana pemuda tersebut memperoleh kekayaan, dengan mengumpulkan hasil pekerjaannya sebagai buruh, dan bagaimana dia diangkat menjadi seorang bendahara.
Mengakhiri pertemuan itu, Sang Buddha membabarkan syair 24 berikut ini:
"Utthanavato satimato
sucikammassa nisammakarino
sannatassa dhammajivino
appamattassa yaso bhivaddhati."
Orang yang penuh semangat,
selalu sadar, murni dalam perbuatan,
memiliki pengendalian diri,
hidup sesuai dengan Dhamma,dan selalu waspada,
maka kebahagiaannya akan bertambah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar