Selasa, 02 Oktober 2012


Musabab yang Saling Bergantung


            Buddha sering mengajarkan perihal Musabab yang Saling Bergantung. Melalui pemahaman tentang Musabab yang Saling Bergantung, Buddha mencapai Pencerahan. Buddha berkata, "Sungguh dalam, Musabab yang Saling Bergantung ini. Dikarenakan tidak menyadari prinsip inilah, semuanya jadi ruwet seperti sebuah bola benang, tak mampu menghentikan penderitaan dan Kelahiran Berulang."

HUKUM MUSABAB YANG SALING BERGANTUNG

Dasar Musabab yang Saling Bergantung adalah bahwa kehidupan dan dunia ini dibangun oleh serangkaian hubungan, yang mana kemunculan dan lenyapnya suatu faktor tergantung pada beberapa faktor lain yang mengondisikannya:
Bila ini ada, itu ada.
Ini muncul, itu muncul.
Bila ini tidak ada, itu tidak ada.
Ini lenyap, itu lenyap.
"Ini" + Kondisi Tertentu = "Itu"
Pada prinsip ketergantungan dan relativitas, terletak kemunculan, keberlanjutan, dan kelenyapan berbagai keberadaan. Hal ini dinamakan Hukum Musabab yang Saling Bergantung. Di sini ditekankan bahwa segala fenomena di alam semesta merupakan keadaan yang terkondisi secara relatif dan tidak muncul sendiri tanpa kondisi-kondisi yang mendukung. Suatu fenomena muncul karena adanya kombinasi dari berbagai kondisi yang mendukung kemunculan fenomena itu. Fenomena tersebut akan lenyap jika kondisi dan komponen pendukung kemunculannya telah berubah dan tidak dapat menopangnya lagi. Keberadaan kondisi-kondisi pendukung ini juga tergantung pada faktor-faktor lain untuk kemunculan, keberlanjutan, kelenyapan, dan kemungkinan kemunculannya kembali. Dalam hal ini, segala sesuatu adalah sunya (mempunyai karakteristik kekosongan) dari suatu sifat diri yang terpisah. Hukum ini juga menjelaskan bagaimana Kelahiran Berulang bisa terjadi.

SEBUAH CONTOH MUSABAB YANG SALING BERGANTUNG

Untuk menggambarkan sifat saling bergantungnya segala sesuatu di sekitar kita, kita umpamakan sebuah lampu minyak. Nyala api dalam sebuah lampu minyak tergantung pada udara, minyak, panas, dan sumbu. Ketika semua faktor ini ada, api akan menyala. Jika salah satu atau lebih dari faktor-faktor ini tidak ada, nyala api akan padam. Demikianlah, kemunculan semua fenomena tergantung pada sejumlah faktor penyebabnya, tidak berdiri sendiri. Inilah prinsip Musabab yang Saling Bergantung.

MUSABAB YANG SALING BERGANTUNG DAN RELATIVITAS

Hukum Musabab yang Saling Bergantung adalah cara yang realistik untuk memahami alam semesta. Kenyataan bahwa segala sesuatu tak lebih dari serangkaian hubungan yang kompleks, konsisten dengan pandangan ilmiah modern (seperti Teori Relativitas Einstein dan Teori Kuantum). Karena segala sesuatu adalah terkondisi, relatif, dan saling tergantung, di dunia ini tidak ada sesuatu yang bisa dipandang sebagai sebuah sosok yang permanen dengan identitas yang permanen pula. Segala sesuatu adalah seperti apa adanya, hanyalah terkondisi oleh hal-hal lainnya.
Sebagai contoh, seseorang tidak dapat dengan sendirinya atau begitu saja menjadi seorang ayah-dia menjadi ayah karena hubungannya dengan anaknya. Seseorang yang menjadi ayah bagi anaknya, juga menjadi anak bagi ayahnya. Identitasnya bersifat relatif dan tergantung pada hubungannya dengan orang lain. Istilah-istilah seperti panjang dan pendek, tinggi dan rendah, ayah dan anak, dan sebagainya bersifat relatif dan hanya akan berarti dalam kaitannya dengan yang lain. Relativitas berarti bahwa dikarenakan setiap hal tidak ada secara mandiri, dengan sendirinya hal itu tidak memiliki suatu sifat yang ajek secara intrinsik.
Dunia ini dibangun oleh sekumpulan hubungan yang saling terkait, namun lumrahnya pikiran kita menciptakan gambaran-gambaran semu akan kekekalan suatu hal dikarenakan kegelapan batin dan nafsu kita. Sebagai contoh, sudah lazim bagi kita untuk melekat pada apa yang kita anggap cantik dan kita sukai, serta menolak apa yang buruk dan tidak kita sukai. Karena takluk oleh kekuatan ketamakan dan kebencian, kita disesatkan oleh kegelapan batin. Kita tidak menyadari bahwa ini semua sesungguhnya tidak nyata. Seperti sebuah bola api yang diputar dengan cepat, pada suatu momen dapat menciptakan ilusi sebuah lingkaran cahaya.

SEBUAH PERCAKAPAN MENARIK TENTANG MUSABAB YANG SALING BERGANTUNG

Cuplikan berikut ini disunting dari sebuah ceramah Dharma di National University of Singapore Buddhist Society. (YM: Yang Mulia Thubten Chodron; PM: Pemirsa)

DI MANA BISKUITNYA?

YM: (Memegang sebuah biskuit) Sebuah biskuit kelihatan seperti biskuit nyata karena ada beberapa "sifat biskuit" padanya-sepertinya biskuit ini eksis betulan, terpisah dari pemikiran kita. Jika biskuit ini benar-benar ada seperti itu, lalu ketika kita menganalisis dan mencari apa sebenarnya biskuit ini, kita seharusnya mampu menemukannya. (Biskuit tersebut dipatahkan dan sepotong diperlihatkan ke pemirsa). Apakah potongan ini sebuah biskuit?
PM: Ya.
YM: (Mengangkat potongan lainnya) Apakah ini biskuit?
PM: Ya.
YM: (Meremukkan potongan biskuit) Apa ini sekarang?
PM: Remah-remah.
YM: Jadi sekarang tidak ada lagi biskuit? Apa yang terjadi pada biskuit yang kita lihat sebelumnya? Jika biskuit itu memiliki sifat kebiskuitan di dalamnya, di manakah sifat itu sekarang? Apa yang kita punyai sekarang adalah atom dan molekul yang sama dengan sebelumnya, tetapi sekarang kita menyebutnya remah-remah, bukan biskuit!
Jika ada biskuit yang intrinsik di sana, kita seharusnya mampu menemukannya, entah di antara bagian-bagiannya ataupun terpisah dari bagian-bagiannya-tetapi ia tidak ada di mana pun. Ini berarti tidak ada biskuit yang intrinsik sejak awalnya.
PM : Sebuah biskuit adalah kumpulan atom dan molekul. Biskuit merupakan kesemua bagiannya yang menjadi satu.
YM : Namun suatu kumpulan hanyalah sekelompok dari bagian-bagiannya. Jika tidak ada satu bagian pun yang memang dengan sendirinya adalah sebuah biskuit, bagaimana mungkin beberapa bagian yang bersatu itu lantas menjadi sebuah biskuit yang berdiri sendiri dengan sifat kebiskuitannya? Jika Anda mengumpulkan serangga yang bukan kupu-kupu, misalnya belalang, apakah itu akan membentuk seekor kupu-kupu? Bagaimana mungkin sekelompok non-biskuit atau remah-remah bisa membentuk sebuah biskuit yang nyata?
PM: Kalau begitu tidak ada biskuit sama sekali? Lalu apa yang saya makan ini?
YM: Apa yang tengah kita bahas adalah biskuit yang tidak tergantung pada bagian-bagian penyusunnya. Biskuit yang nyata berdiri sendiri tidak dapat ditemukan karena ia memang tidak ada. Tetapi biskuit yang keberadaannya tergantung pada hal-hal lain, itu ada! Apa yang Anda makan masih tetap sebuah biskuit!
Biskuit ada karena sekumpulan atom dan molekul bersatu dalam pola tertentu. Pikiran kita melihatnya dan mencerapnya sebagai sebuah benda dan menyebutnya biskuit-benda itu menjadi biskuit karena kita semua telah memahaminya dengan cara yang senada dan setuju, dengan kesepakatan bersama, untuk menyebutnya "biskuit".
Biskuit itu ada bergantung pada faktor-faktor penyebab dan kondisinya: tepung, air, pembuat roti, dan sebagainya. Ia bergantung pada pikiran kita mencerapnya sebagai suatu benda dan menamakannya "biskuit". Terpisah dari biskuit yang keberadaannya bergantung pada faktor lain, tidak ada lagi biskuit yang lain. Jadi benda ini sunya atau kosong dari sifat biskuit yang intrinsik dan terpisah. Ia ada, tetapi tidak sama dengan cara kita melihatnya. Ia tampaknya berdiri sendiri, padahal sebenarnya tidak demikian.

DI MANAKAH DIRI ITU?

YM: Hal yang sama juga berlaku bagi "diri" atau "aku". Ingat saat Anda sedang marah. Bagaimana "aku" muncul kemudian? Ia tampak sangat solid-seolah-olah ada aku yang nyata yang sedang dihina orang lain. "Aku" itu merasa nyata, seakan berdiri sendiri, tetapi masih di suatu tempat di dalam batin dan badan kita. Kita menjadi marah untuk mempertahankan "aku" yang tampak begitu nyata. Jika "aku" yang solid dan berdiri sendiri itu ada sebagaimana tampak oleh kita, kita harus mampu menemukannya, entah di dalam batin
atau badan kita, ataupun terpisah dari mereka. Tidak ada tempat lain di mana "aku" dapat berada. Mari kita lihat, apakah "Anda" adalah badan Anda?
PM: Ya.
YM: Bagian mana dari badan Anda yang merupakan "Anda"? Apakah "Anda" lengan Anda? Dada Anda? Ujung kaki Anda? Otak Anda? Jelas bahwa kita bukan bagian apa pun dari badan kita. Mari kita coba lagi. Apakah "Anda" adalah batin Anda?
PM: Mestinya demikian.
YM: Batin yang manakah "Anda"? Apakah "Anda" adalah kesadaran penglihatan Anda? Kesadaran pendengaran Anda? Kesadaran batin Anda? Apakah Anda adalah suatu perangai tertentu? Jika Anda adalah sifat marah Anda, kelau begitu Anda akan selalu marah!
PM: "Aku" adalah yang pergi dari satu kehidupan ke kehidupan selanjutnya.
YM: Tetapi, apa yang pergi dari satu kehidupan ke kehidupan selanjutnya terus-menerus berubah. Dapatkah Anda menunjukkan suatu momen pikiran Anda yang telah menjadi dan selalu akan menjadi "Anda"? Apakah Anda adalah pikiran yang kemarin? Pikiran hari ini? Ataukah pikiran besok?
PM: "Aku" adalah mereka semua.
YM: Namun itu merupakan kumpulan bagian-bagian, yang tak satu pun merupakan "aku". Menyebutnya sebagai "aku" adalah seperti menyebut kumpulan belalang sebagai seekor kupu-kupu. Bisa jadi Anda benar-benar terpisah dari batin dan badan Anda. Kalau benar begitu, dapatkah Anda membawa pergi batin dan badan Anda sementara "Anda" ("aku") tetap tinggal terpisah? Jika "aku" terpisah dari batin dan badan, batin dan badan saya bisa di sini dan "aku" bisa berada di seberang ruangan sana. Mungkinkah itu?
"Aku" atau "diri" tidak berdiri terlepas dari batin dan badan. Dia bukan batin dan dia bukan badan; bukan pula gabungan batin dan badan. Dengan kata lain, "aku" yang solid yang kita rasakan ketika kita marah ini, tidak ada. Inilah yang dimaksud dengan "tiada diri": tidak ada diri yang mutlak eksis atau terpisah keberadaannya. Ini tidak berarti bahwa "aku" ini tidak ada sama sekali. Yang kita tiadakan adalah keberadaannya yang kekal dan lepas terpisah. Secara konvensional, keberadaan "aku" yang marah itu ada, tetapi "aku" itu tidak eksis secara terpisah.
"Aku" bergantung pada sebab-sebab dan kondisi-kondisi: bertemunya sperma dan sel telur orang tua kita, kesadaran kita dari kehidupan sebelumnya, dan lain-lain. "Aku" juga bergantung pada bagian-bagian penyusunnya: batin dan badan kita. "Aku" juga bergantung pada konsep dan penamaan, yaitu dengan bergabungnya batin dan badan kita, kita mencerap seseorang dan menamainya "aku". Kita ada hanya karena "diberi label" dengan dasar penyusunnya-batin dan badan kita.

BAGAIMANA PEMAHAMAN TENTANG MUSABAB YANG SALING BERGANTUNG DAPAT MEMBANTU KITA?

PM: Bagaimana pemahaman tentang kaidah ini dapat membantu kita?
YM: Ketika kita menyadari Kesunyaan, kita mampu melihat bahwa tidak ada sosok nyata yang marah. Tidak ada sosok nyata yang perlu dipertahankan reputasinya. Tidak ada seseorang atau sebuah objek indah yang berdiri sendiri, yang harus kita miliki. Dengan menyadari Kesunyaan, kemelekatan kita, kemarahan, iri hati, kesombongan, dan sifat-sifat tak terpuji lainnya akan musnah, karena tidak ada sosok nyata yang mutlak harus dilindungi dan tidak ada objek nyata yang mutlak harus dilekati.
Ini tidak berarti kita menjadi lembam dan tidak bergairah, dengan berpikiran, "Tidak ada aku yang nyata, tidak ada tujuan yang nyata, lalu buat apa repot-repot berbuat ini dan itu?" Menyadari ketiadaan diri (Kesunyaan) memberikan kita ruang gerak yang luas. Alih-alih menghabis-habiskan energi untuk kemelekatan, amarah, dan kegelapan batin, kita bebas menggunakan Kebijaksanaan dan Welas Asih kita yang besar, dengan berbagai cara untuk membantu makhluk lain.
                                                      
                                                        sumber;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar