Rabu, 22 Februari 2012

Dukkha

 


          Kesunyataan  mulia ( aryasaccani), kesunyataan mulia yang pertama adalah dukkha (penderitaan), di ketemukan untuk pertama kali oleh sang Buddha, kalo kita dengar saja rasanya merupakan persoalan yang biasa, sebab setiap orang pernah mengalaminya. Mengapa kita tidak mengetahuinya? Apakah kita merasa heran ketika sang Buddha menemukan hal-hal yang telah di ketahui oleh banyak orang?
                Mungkin kita semua merasa heran bahwa sebenarnya semua orang pernah menderita (dukkha), tetapi tidak mengatahui sebab musabab dukkha. Sebagai seorang awam kita mengerti bahwa diri kita sakit, tetapi kita tidak mengerti penyakit apa yang menghinggapi diri kita. Atau dengan kata lain, kita tidak mengetahui akar dukkha itu sendiri.
                Seorang dokter mengetahui keadaan pasiennya.  Ia juga mengerti dan mengetahui penyakit yang terdapat dalam tubuh pasien itu. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara pasien dan dokter. Demikian pula halnya sang Buddha dengan orang awam. Orang awam mengetahui bahwa dirinya sendiri mengalami dukkha, tetapi tidak mengetahui apa penyebabnya. Seseorang kadang-kadang menanyakan kepada dokter mengenai penyakit yang di derita olahnya.
Dengan sungguh-sungguh sebagai berikut;        
Pembaca di minta untuk mengusulkan ada berapa macam penderitaan dan apa saja? Usul dan pendapat-pendapat anda tidak pasti. Akirnya kita dapat mengetahui dengan sungguh-sungguh bahwa penderitaan itu ada beberapa macam, dan jenisnya apa saja? Ini menunjukkan bahwa orang-orang yang menderita tidak mengetahui penderitaanya.
Akan tetapi sang Buddha mengerti dngan jelas dan benar, sampi dalam   menganalisis secara mutlak.semua penderitaan itu sebenarnya ada dua macam, yaitu;                                                                                                               1. Penderitaanyang wajar (kelahiran, umur tua, kematiaan/meningga dunia)                                                                                               2. Penderitaan yang tidak mutlak, yaitu termasuk kesedihan (soka), merintih (parideva), penyakit jasmanai ( dukkha), berkecil hati ( domanassa), merana (upayasa), mendapat sesuatu yang tidak di suakai ( sampayoga), berpisah dengan yang di cintai ( vippayoga), tidak mendapat apa yang di inginkan ( alabha).

Kesunyataan mulia yang ke dua (samudaya) artinya : ketika sang Buddha mencapai penerangan tentang dukkha ( mengerti jelas tentag dukkha), selanjutnya mengerti jelas tentang apa yang menyebabka orang menderita. Masalah inilah yang paling penting karena merupakan suatu titik yang mebedakan antara agama Buddha dengan agama-agama di Indonesia.
Doktrin agama lain di dunia mengatakan bahwa:
                “ ada dewa, ada iblis yang membuat orang menderita, tetapi sang Buddha menyelidiki dan menemukan bahwa tanha (kilesa) dalam hati masing-masing itulah itulah merupakan sebab musababnya. Oleh karena itu,  agama di dunia di bagi dua bagian, yaitu yang di katakana dewa-dewa, iblis-iblis menyebabkan dukkha (penderitaan).
                Sedangkan agama Buddha mengatakan tanha (nafsu) yang menyebabkan adanya dukkha dan mengajarkan orang untuk mengetasi penderitaan dengan menghilangkan kilesa/tanha yaitu nafsu indria. TANHA adalah keinginan. Ada tiga macam tanha:                                                                                                                                                                            1.KAMA-TANHA            ; keinginan untuk mendapat suami, istri, hart dan sebagenya. (keinginan nafsu)                                                                     2.BHAVANA-TANHA     ; keinginan untuk memiliki suatu jabatan tertentu, misalnya ingin menjadi ketua atau jabatan.
3. VIBHAVA-TANHA       ; ingin tidaknya mempunyai jabatan tertentu, misalnya keinginan untuk tidak mau menjadi bhikkhu, keinginan tidak mau menjadi suami/istri dan sebagenya.

                Kesunyataan mulia yang ketiga adalah Nirodha, atau lenyapnya dukkha.  Di maksutkan di sini bhawa sang Buddha telah mengerti jelas cara untuk melenyapkan dukkha dengan sempurna. Dalam hal ini hampir sama denga dukkha (penderitaan). Penganalisisnya merupakan suatu yang tidak mengherankan atau biasa. Biasanya pada saat kita mengalami kesulitan-kesulitan, kita dapat merasakanya sendiri, tetapi tidak demikian halnyadengan orang yang sombong, yang selalu mengiri-iri tentang lenyapnya dukkha, dan pada umumnya mereka mengambil jalan atau cara yang sesat.
                Menyadari hal ini, berkurangnya dukkha di anggap lenyapnya dukkha. Mereka selalu berfikir bahwa perubahan pada dukkha adalah lenyapnya dukkha. Mereka mengira bhwa lenyapnya sebagai dari dukkha adalah lenyapnya dukkha itu sama sekali. Karena mempunyai pengertian salah. Inilah yag membuat orang salah paham,  kemudian ia tidak terbebaskandari dukkha
                Contoh : ada seorag yang telah lama menderita sakit. Setiap hari ia tidak meperhatikan kondisi fisiknya. Karena kelaleanya itu ia terserang demam lagi. Dia belum mengerti tentang proses kesembuhan yang sebenarnya. Ini di sebabkan ia tidak mengerti “ proses kesembuhan” dan sebenarnya dokterlah  yang lebih mengetahui tentang keadaannya itu.
                Sang Buddha adalah dokter kita yang telah mengetahui tentang lenyapnya dukkha, mengerti bahwa dukkha itu dapat di lenyapkan  bila kita mau berusaha. Apakah sesungguhnya ya di kataka lenyapnya dukkha itu? Sesungguhnya lenyapnya dukkha dapat di rasakan dalam batin, tidak ada keinginan (tanha), sama sekali-terbebas dari makan-sukha-tidak ada hubungan sama sekali-telah terbebas-hilangnya rasa kwatir. Secara mutlah nirodha adalah nibbana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar