Jumat, 19 Juli 2013

Ajaran Buddha yang Luar Biasa………


 Ajaran Buddha yang Luar Biasa

by.bhikkhu khemanando thera


                      Dhamma dapat diajarkan oleh Samma Sambuddha dan Arahat. Dhamma disini merujuk kepada ajaran yang menuju ke Nibbana. Umat buddhis awam yang belum mencapai kesucian dengan jelas tak mampu membimbing orang lain menuju ke Nibbana. Seorang Pacekkha Buddha juga tak mampu membimbing orang lain menuju ke Nibbana (walaupun mereka sendiri telah mencapai kesucian Nibbana). Begitulah dalamnya makna Dhamma sehingga walaupun seorang Pacekkha Buddha telah mencapai kesucian Nibbana, ia masih belum mampu membimbing orang lain menuju ke Nibbana

                        Buddha mengatakan bahwa selama Dhamma masih ada, maka akan terdapat 4 jenis orang suci. Makna dari perkataan Sang Buddha ini adalah bahwa selama Dhamma yang diajarkan Buddha (Sammasambuddha) masih berada di dunia ini (seperti masa sekarang), maka siapapun yang melatih diri mereka sesuai Dhamma yang diajarkan Beliau akan mampu mencapai 4 tingkat kesucian.

                       Hal ini dapat dibaca di Maha Parinibbana Sutta. Bhikkhu terakhir yang ditabhiskan Buddha, Subhadda, menanyai Buddha, “Apakah tokoh utama ajaran agama lain telah mencapai kesucian seperti yang mereka akui?” Buddha menjawab, “Selama ajaran mereka mengajarkan Jalan Utama Berunsur Delapan, maka akan mungkin terdapat 4 jenis orang suci di ajaran mereka. Selama ajaran mereka tak mengajarkan Jalan Utama Berunsur Delapan, maka takkan mungkin terdapat 4 jenis orang suci. Di ajaran ini terdapat Jalan Utama Berunsur Delapan lengkap dengan 4 jenis orang sucinya. Ajaran lain tak memiliki 4 jenis orang suci. Dan bila mereka bersungguh-sungguh melatih diri mereka berdasarkan ajaran ini, maka dunia ini takkan kekurangan Arahat.”


                       Kita dengan jelas mengetahui bahwa hanya ajaran Buddha yang mengajarkan Jalan Utama Berunsur Delapan (Perhatian benar dan konsep “tanpa-aku” adalah ajaran unik Buddha yang tak ditemukan di ajaran lain). Dan Buddha sendiri berkata bahwa di ajaran lain tak terdapat keempat jenis orang suci ini kecuali di ajaran Beliau.


Orang suci muncul dalam 2 periode. Periode pertama itu adalah periode dimana ajaran Samma Sambuddha masih utuh. Orang suci di periode pertama ini ada 4 jenis: Sotapanna, Sakadagami, Anagami, dan Arahat. Mereka mencapai kesuciaan atas bimbingan dari ajaran seorang Sammasambuddha.


Periode kedua adalah periode dimana ajaran Samma Sambuddha telah dilupakan. Setelah ajaran Samma Sambuddha telah pudar, maka orang suci yang mencapai kesuciaan akan mencapainya tanpa bimbingan orang lain. Mereka adalah Pacekkha Buddha. Mereka memiliki kemampuan seorang Buddha, akan tetapi mereka tak mampu membimbing orang lain menuju ke Nibbana.


                      Kita harus berhati-hati dengan uraian diatas. Buddha tak pernah mengatakan bahwa ajaran agama lain tak mampu membimbing orang lain ke surga. Beliau juga tak pernah mengatakan bahwa ajaran agama lain tak mengajarkan kebaikan dan kebahagiaan. Tetapi yang Beliau katakan adalah hanya ajaran Beliaulah yang akan mampu membawa kita ke kesucian Nibbana, itupun kalau kita dengan bersungguh-sungguh melaksanakan ajaran Beliau.

How to Solve the Problems

 

How to Solve the Problems 

by; Khemanando Bhikkhu



Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa

                       Pada saat kesulitan dan problem timbul, usahakan untuk menguranginya dengan pikiran yang sehat. Pertama-tama kita harus mencoba memahami sifat dunia kita. Kita jangan sampai mengharapkan semuanya berlangsung sempurna dan mulus. Situasi dunia kita tidak selalu berjalan sesuai dengan kemauan kita. Tidak ada kehidupan berlalu tanpa masalah. Kondisi dunia kita seperti sinar matahari, hujan, angin dan cahaya bulan, sangatlah berguna pada suatu saat. Tapi dilain kesempatan dapat juga menyebabkan kesulitan atau penderitaan bagi kita. Hal ini terjadi karena tidak ada sesuatu yang benar-benar bai atau benar-benar jahat didalam dunia ini, semua kondisi relative adanya. Segala sesuatu yang disenangi oleh seseorang mungkin juga tidak senangi oleh orang lain. Hal ini berarti, kita sendirilah yang menentukan baik atau buruknya sesuatu berdasarkan kebutuhan kita sendiri. Padahal, sesuatu yang ada didunia ini tidak memiliki sifat baik atau buruk, kita sendirilah yang menilai semua itu. Menurut perspektif Buddhis, dunia ini diwarnai dengan konflik dan kita lah sebagai bagian dari semua itu.          

               Bila kita memilliki rasa ego yang besar akan diri kita sendiri serta keinginan indriya yang sangat besar, kita yang akan membayar mahal semua itu. Untuk mencapai hal-hal tersebut, kita harus melawannya. Harapan kita untuk bisa hidup kekal dan keakuan yang besar, hanya menjadikan kita tidak dapat berpikir benar serta terkungkung oleh ruang lingkup waktu. Keinginan yang tidak bisa terpenuhi tersebut, hanya akan menyebabkan pertengkaran, perpecahan, kegagalan komunikasi, ketakutan, kekhawatiran, kesepian, kekecewaan, dan kecemasan. Hal ini membuktikan bahwa tidaklah mudah meraih apa yang kita inginkan, maka kita harus berusaha keras untuk mengalahkan keinginan-keinginan diri kita sendiri.


                        Perjalanan hidup kita memiliki banyak persimpangan, dan kita dapat memilih, apakah kita ingin jalan yang benar serta mengembangkan spiritualitas kita atau terus terikat dalam usaha menikmati kebutuhan duniawi dengan segala masalah yang ada didalamnya. Salah satu untuk bisa membebaskan diri kita dari penderitaan batin adalah memahami tingkat penderitaan dan kesulitan kita sendiri, dibandingkan dengan orang lain. Pada saat bersedih, kita selalu memusuhi diri kita sendiri, kita merasa segala sesuatu disekitar kita akan runtuh, dan akhir kehidupan kita sudah dekat. Kita selalu banyak berspekulasi hal-hal yang belum jelas kejadiannya. Banyak orang yang selalu mengutamakan kondisi itu dan yang lebih parahnya lagi, mereka mempublikasikan kemasyarakat. Kondisi tentunya bukan membuat orang lain senang tetapi justru kebanyakan dari mereka mereka takut, khawatir dan terganggu dengan publikasi-publikasi yang aneh tersebut. Namun, jika kita mungkin selalu memperhatikan hal-hal lain disekitar kita, dan menghitung berapa banyak berkah yang telah kita dapatkan, mungkin kita akan terkejut tatkala menyadari bahwa sebenarnya kita lebih beruntung dibandingkan dengan orang lain. Mungkin kita sering mendengar pepatah ini “saya selalu mengeluh karena tidak mempunyai sepatu, sampai saya ketemu dengan orang lumpuh”. Singkatnya, 

janganlah kita selalu mendramatisir kesulitan – kesulitan yang ada. Orang lain mungkin lebih menderita disbanding kita. Hanya saja mereka tidak melebih-lebihkan masalah itu selalu ada. Kita harus selalu mencoba untuk memecahkannya daripada kita mengkhawatirkannya karena hal itu justru akan menciptkan kesedihan bagi diri kita sendiri. Dalam bahasa mandarin ada pepatah mengenai cara untuk menghadapi masalah “Buatlah masalah yang besar menjadi kecil dan masalah yang kecil menjadi tidak ada”. Jalan lain untuk memecahkan masalah adalah dengan cara merenungkan kembali apa yang telah kita lalui selama ini.

 Dengan merenungkan kembali, kita akan menemukan sesuatu yang luar biasa bahwa kita telah melewati semua itu dengan kesabaran kita. Usaha dan inisiatif kita sendirilah, kita akan dapat menyadari bahwa kita telah melalui dan memecahkan masalah, yang selalu kita pandang sangat sulit tersebut. Disamping itu, kita tetap konsisten untuk menjalankan itu, lambat laun kita akan menjadi tangguh dan tidak membiarkan masalah tersebut menenggelamkan diri kita. Dengan menyadari hidup dengan perspektif yang baru, kita akan dapat 

memecahkan segala masalah yang kita hadapi. Kita harus terus menyadari bahwa kita telah melewati situasi yang sulit, bahkan kritis sekalipun, sehingga sekarang kita lebih siap dalam menghadapi kesulitan dalam bentuk apapun. Dengan kerangka berpikir seperti ini, kita akan segera memperoleh suatu kepercayaan diri kembali, dan pada posisi yang baik untuk memecahkan masalah, yang mungkin masih akan kita hadapi dimasa yang akan datang. Bila kita menghadapi masalah, ingatlah selalu bahwa ada jalan keluar untuk semua itu. Harus diingat manusia itu bermasalah, tempat masalah dan tempat untuk menyelesaikan masalah. Jadi mengapa kita harus khawatir? Dilain pihak, senadainya kita tidak menemukan jalan keluar, tetapi kita juga tidak usah khawatir, karena kekhawatiran kita dapat membantu memecahkan masalah kita sendiri.
Tidak semua orang itu baik


                       Kadang-kandang kita mendengar bahwa seseorang yang tidak pernah berbuat jahat kepada orang lain. Namun, mereka menjadi korban perlakuan buruk dan fitnahan dari orang lain. Akibat dari hal ini, akhirnya membuat mereka menjadi frustasi. Mereka merasa bahwa mereka diperlakukan dengan tidak adil, walaupun menurut perasaan mereka, mereka tidak pernah berbuat kesalahan kepada orang lain, yang baik maupun jahat dengan berbagai macam tindakannya. Masih lagi dilengkapi dengan multi karakter masing-masing, yang membuat dunia kita penuh dengan aneka rupa orang-orang yang berlainan. Dalam hal ini, orang yang menjadi korban dapat mengurangi kepedihannya dengan berpikir mereka termasuk orang yang baik. Sedangkan orang-orang yang suka memfitnah dan memperlakukan orang tidak baik, kita juga harus 

berusaha berpikir bahwa mereka mungkin tidak pernah belajar atau mungkin tidak tahu. Biarpun orang lain ingin mencari kesalahan kita dan ingin menjatuhkan nama kita, tetapi kita harus berusaha untuk bisa berpikir secara positif, doakan mereka agar cepat sadar dengan segala perbuatannya. That is enough. Oleh karena itu hendaklah kita bersabar dalam menghadapi orang-orang yang mempunyai watak yang tidak baik tersebut. Contoh yang bisa penyaji suguhkan disini penyaji ambil dari “

 seorang pengemudi yang baik dan hati-hati dan pengemudi yang tidak baik dan ceroboh”. Pengemudi yang baik selalu mentaati setiap peringatan untuk mengemudi dengan penuh perhatian, namun tidak menutup kemungkinan, bahwa mereka kadang-kadang juga menghadapi kecelakaan yang disebabkan oleh pengemudi-pengemudi yang ceroboh dan jahat. Dengan demikian kita bisa melihat dengan jelas, bahwa orang yang baik kadang-kadang bisa menderita karena 

disebabkanorang-orang yang ceroboh disekitar mereka. Dunia kita ini tidak baik, namun juga tidak jahat. Dalam dunia ini lahir para penjahat namun juga banyak melahirkan orang-orang suci bahkan mereka yang merealisasikan penerangan sempurna. Jauh dari kesamaan, dunia ini penuh dengan orang cantik, buruk rupa dan orang yang berguna ataupun tidak berguna, semua itu ada didalam dunia kita. Ibaratnya kwalitas 

tembikar tergantung dari tanah litany. Pembuat tembikar adalah kita sendiri. Bahagia atau tidaknya diri kita tergantung atas diri kita sendiri. Dalam Dhammapada Buddha menyatakan dalam syairnya “ Dengan diri sendirilah kejahatan dilakukan, dengan diri sendiri pula seseorang jadi ternoda. Dengan diri sendiri kejahatan tak dilakukan, oleh diri sendiri pula orang menjadi suci. Suci atau tidak sucinya seseorang tergantung pada dirinya sendiri, tak seorangpun didunia ini yang bisa menyucikan orang lain”.


                        Demikianlah yang bisa penyaji suguhkan, mudah-mudahan dengan apa yang penyaji uraikan, kita semua bisa mempraktekkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan semoga harapan kita segera dapat terpenuhi. Semoga bermanfaat…..

Kamis, 21 Februari 2013

Jutawan Menjadi Bhikkhu

Jutawan Menjadi Bhikkhu


Mengapa seorang playboy yang mencintai olahraga croquet melepaskan segalanya untuk mencari penerangan.
Agustus 2001, Daily Telegraph, Australia
Oleh STAVRO SOFIOS


Sebulan yang lalu Jose Sanz memiliki satu juta dollar rumah mewah besar dan tiga kekayaan eksklusif lainnya, menghibur kaum elit Sidney dan pewaris sejuta dollar dinasti tembakau.
Saat ini, mantan dokter ahli kandungan Sidney dan dosen universitas akan bangun pada jam 5:30 pagi dan memakai satu-satunya pakaian yang ia miliki – satu set empat potong jubah berwarna coklat dan oranye, kekayaan terakhir yang dimilikinya.


Dr. Sanz – sekarang dikenal sebagai Venerable Yanatharo – telah menyumbangkan harta pribadinya yang lebih dari $ 5 juta demi suatu usaha mencari keharmonian spiritual sebagai seorang Bhikkhu di sebuah vihara di bagian barat Sidney. Dokter yang dihormati, juara olahraga croquet dan pendiri the Double Bay Bridge Club sekarang setiap hari menghabiskan 12 jam bermeditasi dan berdoa di vihara Wat Phrayorthkeo Laotian di Edensor Park.


Kehidupan barunya juga mengajaknya bekerja dengan remaja yang kurang mampu di Cabramatta dan para tawanan penjara yang dibebaskan siang hari. Kekayaan pribadi bhikkhu tersebut – lebih dari $ 5 juta dalam bentuk rumah-rumah, mobil-mobil dan tunai – diberikan kepada anak-anaknya, yang menurutnya marah atas keputusannya (menjadi bhikkhu) ini. Dr. Sanz, 55 tahun, juga memberikan harta sejuta dollarnya kepada saudara perempuannya – satu perkebunan tembakau 3000 hektar di Argentina yang telah menjadi milik keluarganya sejak tahun 1580.


Ia berkata “Saya sama sekali tidak mempunyai ide (jumlah kekayaan sesungguhnya) dan saya tidak peduli”. “Kita hidup bersusah payah demi rumah, mobil, uang. Saya hendak menjauhi semuanya ini. Saya keluar dari rumah dan memberikan kuncinya kepada anak-anak saya. Mereka adalah umat Katolik Roman yang setia dan mereka berpikiran bahwa saya telah dibawa oleh suatu pengikut (aliran tertentu).” Umat Buddha yang taat selama 15 tahun ini diperbolehkan menjadi seorang bhikkhu dengan tradisi Laos setelah membuktikan bahwa ia tidak mempunyai hutang-hutang dan kewajiban-kewajiban terhadap orang-orang lain setelah kematian istrinya 18 bulan yang lalu.


“Saya merindukan minum bir bersama teman-teman setelah berolah raga,” Saya merindukan pergi ke kedai minuman dan berjumpa dengan gadis-gadis. Saya melepaskan empat bulldog kesayangan saya – karena saya tidak diperbolehkan memelihara mereka. Kita harus tidak melekat sama sekali, tetapi saya masih merindukan anjing-anjing saya, mobil saya – tetapi tidak keluarga saya.”


Sekretaris Cammeray Croquet Club, Mila Kotala berkata bahwa Dr. Sanz meninggalkan karir olah raga yang sedang menanjak, “Olah raga croquetnya sangat dikagumi di NSW.”Ia sangat ramah, jejaka yang sangat gembira.” Kehidupan Dr Sanz melibatkan pelajaran harian tentang cerita-cerita yang berisi ajaran Buddhist dan meditasi berjam-jam. Filsafat Buddhist membolehkan sedikit ruang untuk teknologi baru: Dr. Sanz tidak dapat melihat TV tetapi ia dapat belajar dengan para pemimpin di Laos melalui Internet.


“Saya berusaha berkonsentrasi tetapi pikiran saya pergi kemana-mana. Kita tidak dapat mengubah masa lalu, masa depan tidak menentu maka kita hidup di saat ini. Kita berusaha sebaik mungkin, kita berusaha menambah karma baik.”

Sumber :   samaggi phala,   Majalah Eastern Horizon, Malaysia, Edisi Jan – Apr 2002 Hal. 12
Penerjemah : Jenny, Sby

Kisah Anggulimala Thera


Kisah Anggulimala Thera

Angulimala adalah putera seorang kepala pendeta di istana Raja Pasenadi dari Kosala. Nama aslinya adalah Ahimsaka. Ketika dia sudah cukup umur, ia dikirim ke Taxila, sebuah universitas besar yang terkenal. Ahimsaka sangat pandai dan juga patuh kepada gurunya. Oleh karena itu ia disenangi oleh guru maupun istri gurunya. Murid-murid yang lain menjadi iri hati kepadanya. Mereka pergi kepada gurunya dan dengan berbohong melaporkan bahwa Ahimsaka terlibat hubungan gelap dengan istri gurunya. Mulanya, sang guru tidak mempercayai mereka, tetapi setelah disampaikan beberapa kali dia mempercayai mereka.


 Dia bersumpah untuk mengenyahkan Ahimsaka. Untuk melenyapkan anak tersebut harus dengan cara yang sangat kejam, sehingga dia memikirkan sebuah rencana yang lebih buruk daripada pembunuhan. Dia mengajarkan Ahimsaka untuk membunuh seribu orang lelaki ataupun wanita dan setelah kembali dia berjanji untuk memberikan kepada Ahimsaka pengetahuan yang tak ternilai. Anak itu ingin memiliki pengetahuan ini, tetapi sangat segan untuk membunuh. Terpaksa dia menyetujui untuk melaksanakan apa yang telah diajarkan kepadanya.

Ahimsaka melakukan pembunuhan manusia, dan tidak pernah lalai menghitung. Dia merangkai setiap jari dari setiap orang yang dibunuhnya. Oleh karena itu dia terkenal dengan nama Angulimala, dan menjadi pengacau daerah itu. Raja mendengar perihal perbuatan Angulimala, dan ia membuat persiapan untuk menangkapnya. Mantani, ibu dari Angulimala, mendengar maksud raja. Karena cinta kepada anaknya, ia memasuki hutan, dan berusaha untuk menyelamatkan anaknya. Pada waktu itu, kalung jari di leher Angulimala telah mencapau sembilan ratus sembilan puluh sembilan jari, dan tinggal satu jari akan menjadi seribu.


                Pagi-pagi sekali pada hari itu, Sang Buddha melihat Angulimala dalam penglihatan-Nya, dan berpikir bahwa jika Beliau tidak menghalangi Angulimala, yang sedang menunggu orang terakhir untuk memperoleh seribu jari, akan melihat ibunya dan bisa membunuhnya. Karena hal itu, Agulimala akan menderita di alam neraka (niraya) yang tiada akhirnya. Dengan perasaan cinta kasih, Sang Buddha menuju hutan di mana Angulimala berada.

Angulimala, setelah lama tidak tidur siang dan malam, sangat letih dan lelah. Pada saat yang sama, dia sangat cemas untuk membunuh orang terakhir agar jumlah seribu jari terpenuhi, dan menyempurnakan tugasnya. Dia memutuskan untuk membunuh orang pertama yang dijumpainya. Ketika sedang menunggu, tiba-tiba dia melihat Sang Buddha dan ia mengejar-Nya dengan pedang terhunus. Tetapi Sang Buddha tidak dapat dikejar sehingga dirinya sangat lelah. Sambil memperhatikan Sang Buddha,


 dia menangis, “O bhikkhu, berhenti! berhenti!” dan Sang Buddha menjawab, “Aku telah berhenti, kamulah yang belum berhenti.” Angulimala tidak mengerti arti kata-kata Sang Buddha, sehingga dia bertanya, “O bhikkhu! Mengapa engkau berkata bahwa engkau telah berhenti dan saya belum berhenti?”
Kemudian Sang Buddha berkata kepadanya, “Aku berkata bahwa Aku telah berhenti, karena Aku telah berhenti membunuh semua mahluk, Aku telah berhenti menyiksa semua mahluk, dan karena Aku telah mengembangkan diriKu dalam cinta kasih yang universal, kesabaran, dan pengetahuan tanpa cela. Tetapi, kamu belum berhenti membunuh atau menyiksa mahluk lain dan kamu belum mengembangkan dirimu dalam cinta kasih yang universal dan kesabaran. Karena itu, kamulah yang belum berhenti.”


                           Begitu mendengar kata-kata ini dari mulut Sang Buddha, Angulimala berpikir, “Ini adalah kata-kata orang yang bijaksana. Bhikkhu ini amat sangat bijaksana dan amat sangat berani, dia pasti adalah pemimpin para bhikkhu. Tentu dia adalah Sang Buddha sendiri! Dia pasti datang kemari khusus untuk membuat saya menjadi sadar.” Dengan berpikir demikian, dia melemparkan senjatanya dan memohon kepada Sang Buddha untuk diterima menjadi bhikkhu. Kemudian di tempat itu juga, Sang Buddha menerimanya menjadi seorang bhikkhu.

Ibu Angulimala mencari anaknya di dalam hutan dengan menyebut-nyebut namanya, tetapi gagal menemukannya. Ia kembali ke rumah. Ketika raja dan para prajuritnya datang untuk menangkap Angulimala, mereka menemukannya di vihara Sang Buddha. Mengetahui bahwa Angulimala telah menghentikan perbuatan jahatnya dan menjadi seorang bhikkhu, raja dan para prajuritnya kembali pulang. Selama tinggal di vihara, Angulimala dengan rajin dan tekun melatih meditasi, dalam waktu yang singkat dia mencapai tingkat kesucian arahat.


                       Pada suatu hari ketika Angulimala sedang berjalan untuk menerima dana makanan, dia melewati suatu tempat dimana terjadi pertengkaran antara sekumpulan orang. Ketika mereka saling melemparkan batu, beberapa batu mengenai kepala Angulimala dan melukainya. Dia berjalan pulang menemui Sang Buddha, dan Sang Buddha berkata kepadanya, “Angulimala anakku! Kamu telah melepaskan perbuatan jahat. Bersabarlah. Saat ini kamu sedang menerima akibat perbuatan-perbuatan jahat yang telah kamu lakukan. Perbuatan-perbuatan jahat itu bisa menyebabkan penderitaan yang tak terkira lamanya dalam alam neraka (niraya).” Segera setelah itu, Angulimala meninggal dunia dengan tenang, dia telah merealisasi ‘Kebebasan Akhir’ (parinibbana).


               Para bhikkhu yang lain bertanya kepada Sang Buddha di manakah Angulimala akan bertumimbal lahir, Sang Buddha menjawab, “Anakku telah merealisasi kebebasan akhir (parinibbana).”


               Mereka hampir tidak mempercayainya. Sehingga mereka bertanya lagi kepada Sang Buddha apakah mungkin seseorang yang sudah begitu banyak membunuh manusia dapat mencapai parinibbana. Terhadap pertanyaan ini, Sang Buddha menjawab, “Para bhikkhu, Angulimala telah banyak melakukan perbuatan jahat karena dia tidak memiliki teman-teman yang baik.

 Tetapi kemudian, dia menemukan teman-teman yang baik dan dengan bantuan mereka serta nasehat yang baik dia telah dengan mantap dan penuh perhatian melaksanakan Dhamma. Oleh karena itu, perbuatan-perbuatan jahatnya telah disingkirkan oleh kebaikan (arahatta magga).”


Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 173 berikut:
Barang siapa meninggalkan perbuatan jahat yang pernah dilakukan
dengan jalan berbuat kebajikan,
maka ia akan menerangi dunia ini
bagai bulan yang bebas dari awan.

Raja Dengan Satu Uban (Pentahbisan)

            Pada zaman dahulu kala, manusia hidup jauh lebih lama dibandingkan dengan manusia saat ini, mereka hidup sampai ribuan tahun lamanya. Saat itu yang tercerahkan (Bodhisatta) dilahirkan sebagai seorang bayi dengan nama Makhadeva. Ia hidup 84.000 tahun sebagai seorang anak dan putra mahkota. Cerita ini dimulai ketika ia sudah menjadi raja muda selama 80.000 tahun.
            Suatu ketika Makhadeva berkata kepada pemangkas rambut istananya, “Jika kau melihat rambut putih apa pun di kepalaku, kau harus memberitahu aku secepatnya!” Tentu saja si Pemangkas rambut itu berjanji melakukannya.


            4000 tahun berlalu, sampai Makhadeva sudah menjadi raja muda selama 84.000 tahun lamanya. Kemudian pada suatu hari ketika si pemangkas rambut istana sedang memangkas rambut sang raja, ia menemukan sehelai kecil rambut putih di atas kepala raja. Untuk itu ia berkata “Oh tuanku, aku melihat sehelai rambut putih di kepalamu,” Raja kemudian berkata, “Jika begitu, cabutlah dan letakan di atas tanganku.” Si pemangkas rambut mengambil penjepit emasnya lalu mencabut keluar sehelai rambut putih itu dan kemudian menaruhnya di tangan raja.
            Pada saat itu, raja masih dapat hidup setidaknya 84.000 tahun lagi sebagai seorang raja tua! Melihat sehelai rambut putih di tangannya, ia menjadi sangat takut akan kematian. Ia merasakan seolah-olah kematian hampir mendekatinya, ia bagaikan terperangkap di dalam sebuah rumah yang sedang terbakar. Ia sangat takut hingga keringat bercucuran di punggungnya dan ia bergemetar.
            
Raja Makhadeva berpikir, “Oh raja yang bodoh, kau sudah menyia-nyiakan seluruh kehidupan panjang ini dan sekarang kau hampir mati. Kau belum berusaha untuk memusnahkan keserakahan dan iri hatimu, untuk hidup tanpa membenci, dan melenyapkan kebodohanmu dengan mempelajari kebenaran dan menjadi bijaksana.”
            Ketika ia memikirkan hal ini, badannya menjadi panas dan keringatnya terus becucuran dan kemudian ia memutuskan sekali untuk selamanya, “Sudah waktunya untuk menyerahkan kerajaan, ditahbiskan menjadi seorang bhikkhu dan berlatih meditasi.” Setelah berpikir demikian, ia menghadiahkan penghasila dari seluruh kota kepada si pemangkas rambut. Penghasilan itu sebesar 100.000 pertahun.
            Kemudian raja memanggil anak laki-laki tertuanya dan berkata “Anakku, Aku sudah melihat sehelai rambut putih di kepalaku. Aku sudah menjadi tua. Aku telah menikmati kesenangan-kesenangan duniawi dari kekuasaan dan kekayaan yang berlimpah. Ketika aku mati, aku ingin dilahirkan kembali di dalam alam surga, untuk menikmati kesenangan-kesenangan para dewa, jadi aku akan ditahbiskan menjadi seorang bhikkhu. Sekarang kau harus bertanggung jawab dalam memerintah negara. Aku akan menjalani kehidupan sebagai seorang bhikkhu di hutan.”
            Mendengar hal ini, menteri kerajaan dan orang yang hadir di istana saat itu cepat-cepat menghampiri raja dan berkata “Rajaku, kenapa secara tiba-tiba kau ingin ditahbiskan?”
Raja mengangkat sehelai rambut putih di dalam gengggamannya dan berkata, “Menteri-menteri dan orang-orangku, aku sudah sadar bahwa ubanku ini menunjukan 3 keadaan kehidupan – remaja, dewasa, dan tua – yang nantinya menuju akhir. Uban pertamaku ini adalah membawa pesan kematian yang duduk di atas kepalaku. Uban bagaikan malaikat-malaikat yang dikirim oleh dewa kematian. Oleh karena itu, hari ini adalah waktu bagiku untuk ditahbiskan.
            Rakyat mencucurkan air mata atas berita pelengserannya. Raja Makhadeva melepaskan kehidupan istananya, pergi ke dalam hutan, dan ditahbiskan menjadi bhikkhu. Di sana ia mempraktikan apa yang orang-orang suci sebut ‘Empat Keadaan Pikiran yang Amat Menyenangkan’. Pertama adalah cinta kasih, rasa sayang yang universal. Kedua adalah perasaan simpati dan merasa kasihan terhadap semua makhluk yang menderita. Ketiga adalah perasaan bahagia terhadap semua makhluk yang bergembira. Dan yang keempat adalah keadaan yang tenang dan seimbang, bahkan di dalam menghadapi kesusahan.
            Setelah 84.000 tahun berusaha bermeditasi dengan sungguh-sungguh dan mempraktikan keempat keadaan pikiran tersebut sebagai seorang bhikkhu hutan yang rendah hati, Bodhisatta itu meninggal. Ia terlahir kembali di dalam surga yang tinggi, untuk menjalani kehidupan selama jutaan tahun lamanya.

Pesan moral : Sebuah kehidupan yang panjang pun terlalu pendek untuk disia-siakan.


Sumber: Prince Goodspeaker – Buddhist Tales for Young and Old Volume 1, Stories 1-50